Rabu 04 Apr 2018 18:00 WIB

Politikus PDIP Dorong IDI Klarifikasi Soal Dokter Terawan

Persoalan pemecatan dokter Terawan mulai meresahkan banyak pihak.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Aryani menyatakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wajib mengklarifikasi kasus Brigjen TNI dr Terawan Agus Putranto selaku penemu modifikasi Digital Substraction Angiogram (DSA) atau pengobatan cuci otak. Sebab, persoalan itu mulai meresahkan banyak pihak.

Anggota Komisi IX DPR RI dari FPDIP Dewi Aryani mengatakan hal itu terkait dengan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI yang memecat dr Terawan atas pelanggaran kode etik. Dewi yang pernah terapi DSA dr Terawan pada tahun 2017 menyarankan agar Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Keternagakerjaan) DPR RI untuk segera memanggil IDI dan pihak dr Terawan.

Pemanggilan sebagai klarifikasi publik agar masalah menjadi jernih, tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat. "Semua rumah sakit 'kan punya tim etik dan hukum. Maka, pihak tim RSPAD juga harusnya nanti ikut dipanggil. Seharusnya mereka melindungi pegawai-pegawai di rumah sakit tersebut," katanya di Semarang, Rabu (4/4) sore.

Ia mempertanyakan kenapa IDI sampai melakukan pemecatan. Oleh karena itu, Komisi IX perlu memanggil IDI supaya publik mengetahui pula fungsi tim etik hukum itu berjalan atau tidak.

Dewi juga menyesalkan karena praktik cuci otak sudah berjalan sekian tahun mengobati ribuan orang, kenapa tiba-tiba sekarang dinilai melanggar etik? "Kalaupun ada pelanggaran seharusnya sejak awal sudah disetop. Di rumah sakit 'kan ada tim etik, ada para dokter senior yang paham tentang etik kedokteran dan clinical pathway. Pegangan mereka 'kan itu. Sampai ada di brosur, bahkan dipromosikan," katanya.

Jika pelanggarannya hanya administrasi, menurut Dewi, mestinya ada solusinya, bukan pemecatan. Kalau dinilai berat, IDI dan pihak Terawan harus menjelaskan kepada publik supaya tidak makin meresahkan dan jadi polemik berkepanjangan.

"Pemecatan juga ada kriterianya. Maka, harus dijelaskan pelanggaran beratnya apa saja dan kenapa setelah bertahun-tahun praktiknya berjalan?" tanyanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement