REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR RI meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) hati-hati membuat Peraturan KPU (PKPU) terkait cuti Presiden dan Wakil Presiden yang ikut kampanye Pemilu Presiden 2019. Sehingga harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
"Hati-hati formulasikan Peraturan Pemerintah maupun PKPU sehingga memenuhi seluruh kepentingan negara. Kalau PKS sebagai oposisi cuti selama kampanye Pilpres, namun ini kan soal negara," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Mardani Ali Sera dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu, dan perwakilan Kementerian Dalam Negeri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/4).
Dia mengingatkan dalam Pasal 281 ayat (1) poin (a) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden yang ikut dalam Pilpres tidak boleh menggunakan fasilitas jabatannya kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara. Namun Mardani menegaskan bahwa dalam Pasal 281 ayat (1) poin (b) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan Presiden dan Wakil Presiden yang ikut dalam Pilpres wajib menjalani cuti di luar tanggungan negara.
"Karena itu kata cuti tercantum di UU Pemilu untuk dapat ikut kampanye. UU merupakan dokumen publik, boleh sepakati antara DPR, pemerintah dan KPU namun kita di ruang publik sehingga tafsirnya bukan domain kita," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengatakan peraturan cuti Presiden-Wapres harus diatur lebih rinci agar tidak ada kekosongan kekuasaan ketika keduanya cuti. Namun menurut dia, siapa yang mengeksekusi kebijakan ketika Presiden cuti harus diatur sehingga dirinya mengusulkan tugas pemerintahan diwakili oleh Wapres ketika Presiden cuti.
"Jabatan yang melekat tetap namun ketika cuti maka yang mengeksekusi tugas pemerintah saat cuti diwakili Wapres," ujarnya.