Selasa 03 Apr 2018 11:58 WIB

Rencana Penerapan ERP Harus Diperjelas

PTJ sedang mematangkan wacana ERP ini dengan tiga kerangka pendekatan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Esthi Maharani
 Petugas dinas perhubungan mengatur kendaraan yang melintas saat  uji coba mesin electronic road pricing (ERP) di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/9). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Petugas dinas perhubungan mengatur kendaraan yang melintas saat uji coba mesin electronic road pricing (ERP) di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/9). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID,  BEKASI - Rencana penerapan jalan berbayar menggunakan Electronic Road Pricing (ERP) masih perlu banyak kajian mendalam. Apalagi kebijakan itu akan berdampak pada kota-kota penyangga DKI Jakarta seperti Bekasi, Bogor, Depok dan Tanggerang.

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono  mengatakan pemerintah memiliki konsep jangka pendek dan jangka panjang dalam mengentaskan kemacetan dengan mengedukasi masyarakat agar beralih dari mobil bribadi ke angkutan massal.

"Konsep jangka panjang salah satunya, wacana jalan berbayar ini atau dikenal dengan menggunakan alat ERP," ujarnya di Bekasi, Selasa (3/4).

Bambang mengatakan, BPTJ sedang mematangkan wacana ERP ini dengan tiga kerangka pendekatan. Pertama kerangka kelembagaan dengan merangkul pihak-pihak terkait. Kemudian kerangka regulasi dan kerangka pendanaan.

"Untuk pendanaan masih kita bahas apakah dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah daerah dan pusat ataupun swasta," kata dia.

Sementara itu, pengendara mobil pribadi Ibnu Shihab Rosadi (25) memertanyakan kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan ini harus jelas dan penuh kesiapan matang.

"Harus ada sosialisasi program ERP ini, kalau masalah harga, semua orang pasti bisalah (sanggup) untuk bayar," ujarnya.

Meskipun demikian, oleh sebab sistem tersebut harus memakai alat tambahan sensor yang ada di dashboard mobil, kemudian, kata dia, mesti dipikirkan jika ada masyarakat daerah lain selain Bodetabek ingin ke Jakarta.

"Kalau orang semisal dari Cirebon, Subang, Bandung dan lainnya yang pasif buat datang ke Jakarta gimana? Sedangkan mereka nggak ada alat sensor di mobilnya, apakah nanti di setiap keluar jalan protokol ada petugas yang menyuruh orang tersebut bayar?" ujar Ibnu.

Oleh karenanya, Ibnu mengatakan, rencana penerapan sistem jalan berbayar itu harus jelas dan mampu dimengerti oleh banyak masyarakat. Apalagi, Jakarta merupakan kota hidup yang merupakan tujuan banyak orang.

Sistem ERP ini pertama kali diadopsi Singapura pada 1998 dengan tujuan sebagai pengganti biaya kemacetan. Alat ini membentang di atas jalan terbuka sehingga kendaraan yang melintas tak perlu berhenti ataupun memerlambat kendaraan seperti membayar tol. Setiap kendaraan juga dilengkapi dengan alat pemindai elektronik sehingga dapat memuat data kendaraan sekaligus mesin pembayaran tunai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement