Senin 02 Apr 2018 17:22 WIB

Thoriqoh Dipandang Berperan Jaga Kesatuan NKRI

Pengaruh tasawuf menjangkau kalangan elit hingga masyarakat bawa.

Rep: Agung Fazza/ Red: Joko Sadewo
Sidarto Danusubroto menghadiri Haul Hadrotusysyeckh KH Mahfudz Syafi’I.
Foto: istimewa
Sidarto Danusubroto menghadiri Haul Hadrotusysyeckh KH Mahfudz Syafi’I.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Thoriqoh dipandangan sebagai unsur penting dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuaan Republik Indonesia (NKRI). Ajaran Thoriqoh dalam tasawuf dinilai  berjasa besar terhadap spiritual di kalangan intelektual Islam di Indonesia.

“Pengaruh tasawuf telah menjangkau ke seluruh masyarakat dari elit hingga masyarakat bawah. Ajaran tasawuf mempengaruhi pola hidup, moral dan sendi-sendi kehidupan mencakup kesadaran estetik, filsafat, sampai tujuan hidup seseorang,” kata anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto .

Hal ini disampaikan Sidarto di hadapan 15.000 santri, yang hadir dalam acara Haul Hadrotusysyeckh KH Mahfudz Syafi’I dan Ibu Nyai Muchsonah Roadhiallahu Anhuma di Ponpes Istighotsah di Bekasi, Jawa Barat,

Dijelaskannya, dunia tasawuf dalam praktiknya telah mampu melakukan penetrasi ke berbagai wilayah dunia dengan beradaptasi dengan nilai-nilai kearifan lokal, sehingga penyebaran agama Islam dapat dengan mudah di lingkungan barunya.

Nama Thoriqoh biasanya dinisbatkan kepada pendiri atau murid-murid yang cukup terkenal saat itu. Contohnya Thoriqoh Qodiriyah dinisbatkan ke Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani, Thoriqoh Syadziliyah (Syeikh Abu Hasan Assyadzily), Thoriqoh Naqsabandiyah (Syeikh Bahauddin Naqsabandi) dan lain-lain.

Menurut Sidato, meski banyak sekali nama Thoriqoh, akan tetapi hampir semuanya memiliki kesamaan tujuan yaitu mengajak beriman dan bertauhid kepada Allah SWT. “Sudah tentu disadari ada perbedaan Thoriqoh yang satu dan lainnya, karena perbedaan guru, tata cara amaliah dan ritualnya,” ujarnya.

Meski demikian, Thoriqoh adalah sebuah upaya mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan tertentu. Para guru sufi menuntun para muridnya agar selalu melakukan pembersihan hati dengan mengikuti Sunah Rasulullah, memperbaiki aqidah, akhlak, dan menjauhi penyakit hati seperti sifat sombong, khasad, ria’, sifat pengakuan dan sejenisnya.

“Upaya demikian dilakukan oleh para sufi agar memperoleh mahabbah, atau kecintaan kepada Allah, azzawajalla saja, dan tertanam cinta pada  Rasulnya dan guru,” kata Sidarto.

Fakta sejarah di negeri ini menunjukkan bahwa Islam selama ini mampu menyatu dengan kearifan lokal tanpa menimbulkan gesekan. Inilah wajah Islam yang tumbuh sejak berabad-abad silam dengan menampilkan keterbukaan, toleran dan sadar akan kemajemukkan di NKRI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement