Ahad 10 Feb 2019 19:58 WIB

Wantimpres Ajak Masyarakat Kenali dan Cegah Hoaks

Hoaks disebar dengan cara berbohong, dilakukan sesering mungkin, dan diulang.

Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto mengajak masyarakat untuk mengenali hoaks atau berita bohong. Cara ini sekaligus untuk mencegah penyebaran hoaks yang dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab.

"Masyarakat harus mengenali bentuk hoaks yang ada saat ini sehingga mereka memiliki pengetahuan dan dapat membedakan fakta dengan berita bohong," ujarnya saat menjadi pembicara dalam Seminar Anti-Hoaks di Padang, Sumbar, Ahad (10/2).

Menurut dia, menjelang pelaksanaan pemilu presiden, beragam hoaks muncul ke permukaan melalui berbagai media mulai dari pernyataan di media massa, pesan berantai melalui aplikasi whatsapp, status media sosial hingga dari mulut ke mulut. Selain itu, hoaks juga muncul melalui dunia digital melalui platform media sosial seperti youtube, instagram, facebook, twitter dan situs berita palsu yang kebanyakan memanfaatkan blog gratisan.

Ia mengatakan hoaks tersebut disebar dengan beberapa teknik mulai dari berbohong sebanyak-banyaknya dan dilakukan sesering mungkin serta diulang-ulang. Hoaks disebar tanpa mengandung kebenaran dan tidak harus konsisten satu dengan yang lainnya.

Menurut dia menjelang pemilu beragam hoaks disebar dan menggunakan strategi firehose of falsehood atau yang bermakna semburan bertekanan tinggi yang menghasilkan propaganda kepalsuan. Ia menjelaskan strategi itu bekerja  karena manusia memiliki ketakutan dalam dirinya, sebenarnya ketakutan itu adalah alami yang digunakan sebagai alat untuk bertahan.

Kemudian, ia mengatakan, kekuatan politik kotor menganalisa ketakutan tersebut melalui mesin analisa di media sosial. Setelah itu, kebohongan diciptakan untuk membuat keributan dan mengaktivasi ketakutan yang dimiliki masing-masing manusia, lalu kebohongan diputar sesering mungkin dengan bertukar topik.

"Ujungnya, kandidat yang mereka dukung nantinya akan tampil sebagai pahlawan dan seolah-olah memberikan solusi dari ketakutan tersebut," tuturnya.

Ia merincikan apa saja ketakutan yang dapat dipancing oleh strategi tersebut yakni persoalan agama berupa jargon pemimpin kafir, komunitas pro negara kafir, dan lainnya. Setelah itu, dalam bidang nasionalisme dengan jargon pemimpin antek asing, asing aseng, boneka China, pro pekerja asing dan lainnya.

Kemudian di bidang keluarga disebarkan jargon pemimpin tersebut anak hasil hubungan ilegal, bukan anak kandung ibunya dan lainnya. Sementara untuk bidang stabilitas ekonomi dimunculkan 99 persen rakyat miskin, utang negara mencapai 50 persen dari APBN dan lainnya.

"Propoganda ini telah berhasil dilakukan di berbagai negara seperti Kenya, Amerika Serikat, Inggris (brexit) dan Brazil. Namun, ada juga yang gagal seperti di Malaysia, Prancis dan Meksico," ujarnya.

Ia mengatakan strategi firehose of falsehood ini berbahaya bagi persatuan bangsa karena pemenang yang menang nantinya terpaksa meneruskan kebohongannya, isu agama, ras dan nasionalisme yang terus dibakar tentu akan menimbulkan perpecahan. "Kami mengajak masyarakat lebih bijak dalam mendapatkan informasi yang datang baik dari media massa, media sosial maupun dari mulut ke mulut sehingga mereka memiki kemampuan mengantisipasi serangan hoaks yang semakin  luas," imbuhnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement