Jumat 30 Mar 2018 14:39 WIB

Pengacara: Setnov Akui Kesalahan dan Bekerja Sama dengan KPK

Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek KTP-el.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kanan)  bersama penasehat hukum Setya Novanto, Firman Wijaya (kiri)  usai mengikuti pemeriksaan  di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (27/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kanan) bersama penasehat hukum Setya Novanto, Firman Wijaya (kiri) usai mengikuti pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (27/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum terdakwa kasus KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto, Firman Wijaya, optimistis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengabulkan permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan kliennya itu. Menurutnya, ada tiga hal yang membuat KPK harus mengabulkan JC Novanto.

Pertama, papar Firman, KPK harus mengabulkan JC kliennya karena sudah ada pengakuan atas kesalahan yang dilakukan. Bahkan Novanto juga mengakui adanya pertemuan-pertemuan yang membahas proyek KTP-el. "Jadi Pak Novanto sudah mengakui kesalahannya, hingga akhirnya mau bekerja sama dengan KPK," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (30/3).

Baca: Setnov Dituntut 16 Tahun Penjara.

Firman melanjutkan, hal kedua yaitu karena menurutnya sudah ada permohonan maaf yang disampaikan Novanto kepada masyarakat Indonesia terkait kekhilafannya dalam kasus KTP-el. Sebab, menurutnya, Novanto terlalu sering menyambut kedatangan orang lain yang hendak bertemu.

Sikap terlalu terbuka itulah, tambah Firman, yang membuat kliennya sama sekali tidak memperhitungkan terjadinya kasus seperti sekarang ini. "Ya beliau (Novanto) tidak memperhitungkan," katanya.

Ketiga, karena Novanto telah mengembalikan uang haram KTP-el kepada KPK sebesar Rp 5 miliar. Novanto menyampaikan pengembalian uang ini pada persidangan kasus KTP-el di PN Tipikor Jakarta 22 Maret lalu. Uang itu merupakan pengganti dari uang yang dibagikan oleh Irvanto Hendra Pambudi, keponakannya, ke sejumlah anggota DPR RI.

"Beliau dengan kesadarannya mengembalikan uang total Rp 5 miliar, itu yang menjadi dasar bahwa JC itu agar dimohonkan untuk dikabulkan," ungkap dia.

Soal KPK yang menganggap pengakuan kesalahan Novanto masih setengah hati, Firman menilai itu hanya masalah persepsi. Pada dasarnya, Novanto telah mengakui kesalahan. Bila mengacu pada Undang-undang (UU) yang mengatur JC itu, kata dia, sudah semestinya KPK mengabulkan JC Novanto.

"Tapi KPK kan ingin menuntut (Novanto) lebih jauh. Syarat JC ini, kalau berdasarkan UU itu ya pastinya dikabulkan, kan begitu," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement