Kamis 29 Mar 2018 07:35 WIB

Gatot: Prabowo Seorang Patriot, Bukan Pesimistis

Gatot tidak setuju dengan tudingan dari beberapa pihak yang menyebut Prabowo pesimis.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Mantan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat berkunjung ke kantor Republika, Jakarta, Rabu (28/3).
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat berkunjung ke kantor Republika, Jakarta, Rabu (28/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo mengungkapkan, bagi dirinya Prabowo Subianto adalah seorang patriot. Gatot pun tidak setuju dengan tudingan dari berbagai pihak, yang menganggap Prabowo seorang pesimistis pascamenyampaikan pidato soal Indonesia kemungkinan bubar pada 2030.

"Yang saya tahu Pak Prabowo seorang patriot dan negarawan yang taat hukum. Pada saat pilpres kemarin beliau mencalonkan dan ikut hadir bersama Pak Jokowi, tidak ada sifat permusuhan," kata Gatot saat berkunjung ke kantor Republika, Rabu (28/3).

Menurut dia, pernyataan Prabowo Subianto terkait ancaman Indonesia bisa bubar pada 2030, bukan pernyataan seorang pesimistis. Sebab, kondisi itu sangat mungkin terjadi. Bahkan, kata Gatot, bisa terjadi lebih cepat.

Terlepas dari apa yang disampaikan bersumber fiksi atau ilmiah, Gatot sering kali menekankan, di dunia saat ini terjadi perang yang lebih berbahaya. Perang yang sedang berlangsung itu bukan angkat senjata, tetapi ketika tidak diketahui di mana musuhnya, yang sering ia sebut proxy war.

Dalam pergulatan proxy war tersebut, TNI tidak bisa masuk karena tidak memiliki kewenangan di dalam kehidupan masyarakat. Mengapa berbahaya, karena masyarakatnya tidak paham bahwa perang itu sedang berlangsung dan tiba-tiba hasilnya sangat merugikan bangsa dan menghancurkan generasi muda bangsa Indonesia.

"Kita pernah mengalami itu, contoh lepasnya Timor Timur menjadi negara yang namanya Timor Leste. Pada saat itu bisa dibayangkan, provinsi kita lepas jadi negara, tapi rakyatnya tepuk tangan seolah mendapatkan pembenaran. Tidak ada sedih dan penyesalan, itulah hasil dari proxy war," ujar mantan pangkostrad ini.

Itu belum ancaman lain yang saat ini terus berlangsung merusak Indonesia, seperti narkoba. Saat ini, ia mengungkapkan, pasokan narkoba masuk ke Indonesia dari Cina dalam jumlah besar. Ia juga mengingatkan proxy war itu sedang terjadi karena ancaman krisis pangan, energi, dan air.

Banyak orang, menurut Gatot, menilai apa yang ia sampaikan ini tidak benar. "Orang bilang, mana ada krisis air. Padahal sekarang di Cape Town, Afrika Selatan, krisis air itu terjadi. Di sana orang membayar mahal hanya untuk air," ucap Gatot.

Apa yang ia ungkapkan dari hasil analisis seorang prajurit TNI inilah yang sering kali disalahpahami oleh orang awam. Apa yang disampaikan seolah hanya khayalan dan tanpa analisis mendalam. Jadi, terkait soal 2030 seperti yang disampaikan Prabowo, menurut dia, kalau publik membaca pesannya terputus-putus, yang didapat hanya seolah ancaman.

"Tapi harus dilihat konteksnya dengan jernih, seorang Prabowo Subianto mengatakan itu pasti ada analisa yang mendalam. Tapi ini kan namanya juga tahun politik, bisa dibawa ke mana-mana," ujar Gatot.

"Maka saya bilang malah bisa lebih cepat, kenapa? Ada pengalaman di dunia, sebuah negara Uni Soviet pecah hanya hitungan kurang dalam empat tahun. Tidak ada yang memprediksi sebelumnya. Padahal, Soviet itu perbedaan penduduknya hanya di tingkat ekonomi, bahasa, sama agama," ujarnya.

Karena itu, Gatot mengingatkan kalau kemiskinan dan kesenjangan terus dibiarkan makin tinggi, kepastian hukum tidak ada, itu jalan yang mudah membuat masyarakat frustrasi. Maka, benih-benih perpecahan dan wilayah yang ingin merdeka kembali muncul.

"Walaupun Indonesia tidak hilang tenggelam, tidak. Negaranya ada, tapi dalam bentuk yang lain. Jadi, kalau berpikiran positif, pernyataan itu sebagai peringatan saja. Jadi, jangan dikaitkan dengan pemerintahan sekarang gagal sehingga 2030 Indonesia tidak ada, tidak ke sana," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement