REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan, pemerintah jangan terlalu gampang membuat dan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Jimly menilai, penerbitan Perppu terkait calon kepala daerah bermasalah belum dibutuhkan.
"Masalah 'mentok' sedikit keluar perppu, diskusi sedikit tapi tidak ada solusi, keluarin perppu lagi. Pemerintah jangan terlalu 'royal' membuat perppu," ujar Jimly di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (28/3).
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menjelaskan perppu diterbitkan saat ada masalah genting yang membuat negara dalam keadaan darurat. "Tidak setiap waktu harus ditafsirkan sebagai keadaan darurat, ada prosedurnya sendiri," katanya.
Terkait adanya usulan penerbitan Perppu untuk mengganti calon kepala daerah yang terlibat korupsi, mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu menilai hal tersebut belum dibutuhkan.
Penggantian calon kepala daerah tersangka memang tidak diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum, sehingga ada kekosongan hukum. Namun, menurutnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki kewenangan untuk membuat Peraturan KPU, yang menyatakan bahwa calon kepala daerah tersangka bisa diganti dalam Pilkada.
"KPU bisa merumuskan penggantian calon kepala daerah itu melalui penambahan penafsiran. Yang penting aturan itu jangan melanggar undang-undang," kata Jimly.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengusulkan agar pemerintah menerbitkan perppu untuk pilkada agar calon kepala daerah yang menjadi tersangka dapat diganti.
(Baca juga: Golkar Dorong Presiden Keluarkan Perppu Cakada Bermasalah)