Selasa 27 Mar 2018 20:46 WIB

Tagihan Listrik Warga Miskin Mahal, Ini Solusi Dedi Mulyadi

Dengan luas wilayah Jawa Barat, perlu diferensiasi program.

Kandidat Wagub Jabar Dedi Mulyadi berjanji memberikan solusi soal listrik bagi warga miskin. Dedi bertemu Mak Ade di Garut, Selasa (27/3)
Kandidat Wagub Jabar Dedi Mulyadi berjanji memberikan solusi soal listrik bagi warga miskin. Dedi bertemu Mak Ade di Garut, Selasa (27/3)

REPUBLIKA.CO.ID,GARUT--Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memiliki solusi cerdas atas mahalnya tagihan listrik yang harus dibayar warga miskin. Solusi tersebut muncul saat mantan Bupati Purwakarta dua periode itu bertemu dengan Mak Ade (65). Nenek tersebut merupakan warga Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Mereka bertemu di sela kunjungan Dedi Mulyadi di kabupaten tersebut, Selasa (27/3) dalam rilis yang diterima Republika.

Mak Ade mengeluh, penghasilan dirinya yang sehari-hari berjualan sayur tahu hanya Rp 10 ribu. Karena itu, tidak pernah cukup untuk membayar tagihan listrik yang mencapai Rp 80 ribu per bulan. Padahal di rumahnya tidak terdapat alat elektronik yang memakan energi listrik besar. “Kalau gak nabung dari awal bulan, itu gak akan kebayar Pak. Jadi, setiap hari menyisihkan uang untuk bayar listrik,” keluhnya. Akibat memprioritaskan untuk membayar tagihan listrik, Mak Ade harus makan dengan menu seadanya. Ikan teri dan sayur tahu sisa jualan menjadi lauk pauk sehari-hari.

photo
Kandidat Wagub Jabar, Dedi Mulyadi mencium tangan Mak Ade di Garut, Selasa (27/3).

Menanggapi keluhan tersebut, calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa pemerintah harus hadir memberi solusi. Subsidi tagihan listrik untuk warga miskin dia nilai menjadi urgensi yang harus dilaksanakan. “Saya dapat keluhan soal tarif listrik, kondisi Mak Ade termasuk warga prasejahtera. Jadi saya gulirkan program subsidi listrik bagi warga jompo dan sebatangkara,” katanya.

Basis data akan menjadi pijakan pria yang lekat dengan iket Sunda tersebut dalam pelaksanaan program tersebut. Klasifikasinya menurut Dedi, penerima subsidi tersebut harus warga miskin, jompo dan hidup sebatangkara. “Calon penerimanya secara detail didata dulu supaya tepat sasaran. Tujuannya, agar tidak terjadi perebutan subsidi dalam pelaksanaannya. Kalau tidak begitu, nanti warga mampu malah dapat subsidi kan bahaya,” katanya.

Dengan luasnya wilayah Jawa Barat, Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat itu menegaskan perlu diferensiasi program. Daerah Garut misalnya, masih membutuhkan program langsung pembangunan infrastruktur dan pembangunan rumah tidak layak huni.

Sementara dalam kunjungannya ke Kota Bekasi beberapa waktu kemarin, dia menemukan fenomena program tersebut tidak diperlukan. Kota Bekasi kata dia, membutuhkan subsidi  kontrakan rumah karena infrastruktur di sana sudah relatif sangat baik.“Dalam konteks Jawa Barat ini, program tidak bisa sejenis. Saya di Garut kita perlukan pembangunan infrastruktur sementara di Kota Bekasi saya gulirkan subsidi kontrakan,” pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement