REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Penahanan dua calon wali kota Malang oleh Komisi Pemberasantan Korupsi (KPK) tidak akan memengaruhi tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Malang 2018. Tahapan Pilkada Kota Malang tetap berjalan.
Dua calon wali kota yang ditahan mulai Selasa (27/3), yakni Mohammad Anton dan Yaqub Ananda Gudban. Sementara Pilkada Kota Malang diikuti tiga pasangan calon, yakni Yaqub-Wanedi, Anton-Syamsul Mahmud, dan Sutiaji-Sofyan Edi.
"Terhadap status tersangka pada paslon, KPU Kota Malang tetap menjalankan tahapan sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan. Penggantian calon (bisa dilakukan) apabila sudah ada keputusan hukum yang inkrah," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang Zaenuddin melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (27/3).
Menurut dia, penggantian bakal calon atau calon dapat dilakukan oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol atau calon perseorangan dengan beberapa pertimbangan. Hal ini tertera pada Pasal 78 PKPU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pilkada.
Aturan tersebut menyebutkan, penggantian hanya bisa dilakukan untuk bakal calon atau calon yang tidak memenuhi syarat kesehatan, berhalangan tetap, atau dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Berhalangan tetap yang dimaksud, yaitu meninggal dunia atau tidak mampu melaksanakan tugas secara permanen.
Suasana kediaman calon wali kota Malang, Yaqub Ananda Gudban seusai pengumuman penetapan tersangka oleh KPK atas kasus dugaan korupsi pada APBD-P TA 2015. (Republika/Wilda Fizriyani)
Untuk meninggal dunia, harus dibuktikan dengan surat keterangan dari lurah atau kepala desa atau sebutan lain atau camat setempat.
Kemudian, calon tidak mampu melaksanakan tugas secara permanen harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter dari rumah sakit pemerintah.
Karena itu, menurut Zaenuddin, para calon kepala daerah yang tersangkut kasus hukum seperti tindak pidana korupsi masih berpeluang mengikuti proses Pilkada. Mereka tetap bisa dipilih oleh masyarakat.
Mereka hanya bisa diganti ketika pengadilan sudah mengeluarkan putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Penggantian ini pun sudah diatur dalam Pasal 90 aturan yang sama.
Pembatalan dapat dilakukan ketika calon terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat lima tahun atau lebih. Putusan berkekuatan hukum tetap juga keluar sebelum hari pemungutan suara.
“Artinya, jika ada salah satu calon dalam pilkada dinyatakan atau dijatuhi pidana sebelum penetapan calon atau maksimal 30 hari sebelum pemungutan suara, maka yang bersangkutan bisa diganti oleh partai politik yang mengusung," kata dia.