REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- AKBP Heru Pramukarno telah dicopot dari jabatan Kapolres Banggai pada Sabtu (24/3) terkait dugaan pembubaran terhadap ibu-ibu yang tengah melakukan pengajian di sekitar area eksekusi lahan. Pembubaran tersebut terjadi saat aparat setempat melakukan eksekusi lahan seluas 20 hektare di Tanjung Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah pada Senin (19/3).
Heru kini menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri. Setyo mengatakan, terdapat dua hal yang dimungkinkan bila terjadi pelanggaran oleh personel kepolisian yakni maslaah etik dan pidana. "Kalau etik diselesaikan kode etik dan pidana sidang pidana, tunggu saja hasil pemeriksaan," ujar Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (26/3).
Setyo mengatakan, sudah ada mekanisme yang mengatur hukuman bagi mantan Kapolres tersebut. Mabes akan memeriksa terlebih dahulu bagaimana nantinya kesalahan petugas. Intinya, sejumlah hukuman telah menanti Heru bila terbukti melakukan kesalahan dalam pembubaran tersebut.
"Ada demosi, ada penundaan pangkat, ada penundaan tidak boleh sekolah sekian lama, ada dipindahkan dari jabatan kewilayahan menjadi staf itu dihukum juga," kata Setyo menyebutkan.
Bukan hanya Heru, menurut Setyo anggota juga dimintai keterangan. "Karena di situ banyak petugas dilapangan termasuk masyarakat di sana. Kami mengambil semua sisi baru kita simpulkan," ujarnya lagi.
Adanya dugaan pembubaran pengajian ini dikhawatirkan dapat memberikan citra buruk di masyarakat terkait langkah polisi dalam menghadapi massa. Namun, menurut Setyo, Polri tidak bekerja berdasarkan pencitraan semata. Hal tersebut menurutnya bukan menjadi prioritas utama Polri.
"Kalau kita bekerja mendapatkan penilaian bagus dari masyarakat Alhamdulilah. Tetapi masih mendapatkan kurang kita bekerja sebaik mungkin, kita secara umum bekerja bukan utk pencitraan tapi melayani masyarakat," kata Setyo.