Senin 26 Mar 2018 13:41 WIB

Ombudsman Temukan 4 Malaadministrasi Penataan Tanah Abang

Ombudsman menemukan adanya inkompentensi dalam kebijakan Tanah Abang.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Teguh Firmansyah
Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Dominikus Dalu (tengah) bersama Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto (kanan) memberikan keterangan kepada media saat meninjau kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (20/3).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Dominikus Dalu (tengah) bersama Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto (kanan) memberikan keterangan kepada media saat meninjau kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya melakukan serangkaian pemeriksaan terkait kebijakan penataan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

 

Dari pemeriksaan tersebut, tim Ombudsman menemukan empat tindakan malaadministrasi atas kebijakan penataan PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

"Ada perbuatan melawan hukum, ada tindakan penyimpangan prosedur, tidak kompeten, dan pengabaian kewajiban hukum. Empat temuan malaadministrasi ini tentunya kita sandingkan dengan peraturan hukum yang berlaku," kata Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Dominikus Dalu di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (26/3).

 

Baca juga, Sandi: Kemacetan di Tanah Abang Berkurang.

 

Dominikus mengatakan, dalam mengantisipasi dampak dari penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya, ditemukan adanya tindakan tidak kompeten yang dilakukan oleh Gubernur bersama Dinas UKM serta Perdagangan.

 

Hal tersebut terlihat dari tidak selarasnya tugas Dinas UKM serta Perdagangan dalam melaksanakan pembangunan, pengembangan, dan pembinaan UMKM dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 266 Tahun 2016.

Tidak hanya itu, dalam penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya, Gubernur DKI Jakarta tidak memiliki perencanaan yang matang, terkesan buru-buru dan parsial. Hal tersebut diungkapkannya karena Pemprov DKI Jakarta belum memiliki Rencana Induk Penataan PKL dan peta jalan di Provinsi DKI Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta juga dinilai telah menyimpang dari prosedur terkait kebijakan dalam melakukan penutupan Jalan Jatibaru Raya. Pasalnya, kebijakan tersebut dilakukan tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu dari Polda Metro Jaya, dalam hal ini Ditlantas Polda Metro Jaya.

"Mengingat, sesuai ketentuan Pasal 128 ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa terhadap penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas harus dengan seizin Polri," katanya.

Tindakan malaadministrasi lainnya yaitu kebijakan Gubernur DKI Jakarta berupa diskresi dalam penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya dengan menutup Jalan tersebut, tidak sejalan dengan ketentuan tentang penggunaan diskresi sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

 

Selain itu, kebijakan tersebut mengabaikan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.

"Hal ini menurut tim Ombudsman merupakan malaadministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum," katanya menambahkan.

Tim Ombudsman, lanjut Dominikus, juga menemukan alih fungsi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang, telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

 

Selain alih fungsi Jalan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menyampingkan hak pejalan kaki atau pedestrian dalam menggunakan fasilitas trotoar, juga telah melanggar Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement