REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Indonesia Cecep Hidayat mengatakan, jika Gerindra, PKS, PAN, dan PBB sepakat membentuk Koalisi 212 maka keempat parpol itu harus mencari pengikat untuk berkoalisi jangka panjang. Namun, menurut dia, Koalisi 212 sangat bagus dibentuk sebagai kekuatan penyeimbang.
Cecep menilai empat partai ini belum memiliki kesamaan yang bisa menjadi kekuatan utama. Tujuan untuk mengalahkan Jokowi dinilainya sebagai pengikat atau titik temu jangka pendek. "Lalu, kalau Jokowi sudah kalah, lalu bagaimana lagi. Jangan sampai di tengah jalan terjadi perpecahan," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (25/3).
Selain pengikat, Cecep melihat koalisi yang disebut Rizieq sebagai Koalisi Permanen 212 ini memiliki pekerjaan rumah berikutnya. Yakni, harus mencari calon berkompeten dan memiliki elektabilitas tinggi. Sebab, mereka harus melawan Jokowi yang saat ini mempunyai potensi terkuat dan relatif lebih populer dibanding nama lain dalam bursa Pilpres 2019.
Selama belum ada pengikat, Koalisi Permanen 212 masih cenderung lemah untuk maju. Meski Alumni 212 memiliki anggota dengan latar belakang beragam, dari kalangan elite sampai masyarakat biasa, mereka tetap harus memiliki kesamaan. Tidak hanya untuk jangka pendek atau sampai Pilpres 2019, melainkan hingga lima tahun kepemimpinan nanti.
Namun, terlepas dari itu, Koalisi Permanen 212 ini akan memperkuat sistem dua poros dalam Pilpres 2019. "Dua poros ini sudah ideal, di mana masing-masing lebih saling mengawasi. Jadi, harapannya dapat mengontrol kekuasaan," tutur Cecep.
Sebelumnya, Habib mengimbau Partai Gerindra membangun koalisi bersama PAN, PBB ,dan PKS dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Apabila koalisi keempat partai ini terjadi, Habib akan mengajak seluruh umat Islam Indonesia dan keluarga besar Alumni 212 untuk mendukung. Imbauan disampaikan Habib kepada Wasekjen Partai Gerindra, Andre Rosiade, di Makkah pada Rabu (21/3) malam waktu setempat.