Ahad 25 Mar 2018 05:47 WIB

Uang Korupsi KTP-el yang Mengalir Sampai Jauh

Baru 10 persen nama penerima aliran dana KTP elektronik yang diproses.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Elba Damhuri
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto  mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menilai KPK harus mengonfirmasi pernyataan Novanto. Konfirmasi tersebut dilakukan agar dapat menghasilkan fakta hukum. "KPK sudah mendapatkan bahan baru mengenai pihak-pihak yang menikmati hasil kejahatan KTP-el, kewajiban KPK mengonfirmasi pada pihak-pihak lainnya agar menjadi fakta hukum," kata Fickar.

Dia juga menilai KPK harus mengonfirmasi kepada Made Oka Masagung dan Andi Narogong secara langsung terkait nama Puan dan Pramono. Mungkin saja bisa muncul tersangka baru dalam kasus KTP-el. "Sekarang ada dasar dan alasan untuk memanggil dan memeriksa mereka," katanya lagi.

Novanto pun, kata Fickar, harus bisa mempertanggungjawabkan informasi yang disampaikan. Apabila terbukti memberikan keterangan palsu, ada konsekuensi yuridis yang harus dia terima.

Tidak terfokus

Politikus PDIP Masinton Pasaribu meminta KPK agar berfokus pada nama yang sudah ada dalam dakwaan kasus korupsi KTP-el. Kesaksian Novanto pun dianggap berpotensi membuat penanganan kasus menjadi tidak terfokus.

"Dalam dakwaan ada banyak nama. Menurut saya, KPK fokus saja dulu di situ. Pengungkapan nama-namanya fokus saja dulu," ujar Masinton.

Menurut dia, pernyataan Novanto tidak didukung fakta dalam persidangan sebelumnya. Apalagi, Novanto mengutip pernyataan salah satu tersangka kasus KTP-el, Made Oka Masagung.

"Ketika Setnov menanyakan ke Oka (dalam persidangan sebelumnya) ada pemberian ke petinggi partai atau tidak, Oka menyebut tidak ada. Artinya, keterangan Setnov dalam persidangan yang kemarin itu tidak didukung oleh fakta persidangan sebelumnya," Masinton menegaskan.

Jika terus ada nama baru dan langsung ditindaklanjuti, dia khawatir kasus ini justru kehilangan fokus. "Jangan ngembangin ke mana-mana, ke nama-nama yang tidak ada dalam dakwaan, supaya tidak bias dan tidak melebar ke mana-mana," tutur anggota Komisi III DPR itu. (febrianto adi saputro/inas widyanuratikah, Pengolah:mansyur faqih).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement