REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah masuk kategori kejahatan luar biasa. Narkoba sudah menelan korban jiwa, jutaan orang menjadi pecandu, dan potensi kerugian ekonomi mencapai Rp 74,4 triliun.
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengungkapkan bahwa Indonesia adalah pasar yang sangat krusial. "Sebanyak 3,3 juta penduduk Indonesia sampai lebih dari 5 juta mengkonsumsi narkoba. Estimasi kerugian ekonomi dari narkoba adalah Rp 74,4 triliun," kata Arteria Dahlan di Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (20/3).
Menurut Arteria, lewat fakta seperti ini, pihaknya ingin menggugah masyarakat bahwa kejahatan narkoba ini harus disikapi dengan serius. Pasalnya, ia mengaku heran meski pihak BNN, Bea Cukai dan aparat kepolisian mampu menangkal penyelundupan narkoba besar-besaran dalam bebarapa bulan terakhir namun prevalensi kasusnya justru semakin meningkat.
Jumlah pemakai dengan jumlah narkoba yang beredar menurutnya sekitar 2,18 persen. Eskalasinya tinggi, dengan pemakai pada usia produktif dari 10-59 tahun, sedangkan yang sangat produktif 24-30 tahun.
"Bayangkan jika tidak terlena narkoba, bonus demografi kita menjadi kekuatan dalam menandingi masyarakat Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China," ungkap anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut.
Arteria memaparkan data yang diperoleh Komisi III DPR bahwa pemakai narkoba sangat aktif di Indonesia sedikitnya 1,4 juta orang. Pecandu aktif sekira 943 ribu orang dan yang mencoba memakai antara 1,6 juta juta orang.
Jumlah ini menurut Arteria amat mengerikan, mengingat dari data tahun 2017 kebutuhan ganja per tahun mencapai 158 ton, sebanyak 219 ton sabu, ekstasi 14 juta butir. Padahal temuan dari aparat penegak hukum hanya sekitar 3 ton sabu/ganja atau ratusan ribu butir ekstasi. Berarti ada permintaan dan pasar yang luas bagi para bandar narkoba merajalela di Tanah Air.
"Dari jumlah itu sebanyak 13 ribu orang mengkonsumi narkoba secara berlebihan. Sedikitnya 33-41 orang mati setiap hari karena narkoba. Dan narkoba beredar bukan hanya di Jakarta tapi sampai ke perdesaan Papua," beber Arteria.