Rabu 21 Mar 2018 05:03 WIB

Marhaen, Bung Karno: Siapa yang Menguasai Tanah Indonesia?

Sejak zaman kolonial sampai sekarang, soal tanah belum terselesaikan.

Bung Karno melihat patung Marhaen.
Foto:
Petani di Jawa tengah mengaso. Fota tahun 1920-an.

Namun, waktu terus berganti, zaman terus bergulir. Di kala Sukarno mencapai puncak kejayaan sebagai presiden Republik Indonesia, kata marhaen seolah menjadi kata mantra. Sukarno yang kelahiran Blitar yang pernah menjadi anak murid HOS Tjokro Aminoto namanya melangit dengan menyandang sebutan 'Bapak Marhanisme'.

Sosok Sukarno makin melambung berkat kualitas dan gaya pidatonya yang menggelegar. Meski begitu, tetap ada cara 'Pak Tjokro' tertinggal di sana. Sebab, banyak pihak dulu mengatakan, bila mendengar Sukarno berpidato maka ingatan akan kembali kepada gaya 'bapak semang'-nya di Surabaya yang menjadi raja Jawa tanpa Mahkota, yakni Tjokro Aminoto. Dialog, intonasi, dan diksi khas ala dalang itulah peninggalannya.

photo
Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. (foto:troppem museum)

Bung Karno memang membanggakan. Ideologi marhaennya mengarah kepada perlindungan orang kecil yang menjadi warga negara. Semua faktor produksi--hingga tanah--kala itu dipunyai banyak orang. Namun, mengapa mereka tetap miskin dan tak berdaya? Sukarno dalam hal ini berulang kali menjawab: akibat adanya pengisapan manusia, adanya orang yang menjadi semacak budak dari kejayaan pihak lain.

Lagi-lagi Sukarno benar adanya. Namun, lingkaran zaman berubah ketika zaman baru timbul, atau ketika Sukarno jatuh dari kekuasaan. Impian hidup mandirinya berantakan, meski bisa ditulusuri dari awal bila berasal juga dari kekalahan pemerintahan masa Sukarno oleh kapitalisme atau kekuatan keuangan global setelah pendirian Java's Bank seusai perjanjian konfrensi Meja Bundar di Den Haag. Salah satu sisi, Indonesia memang berdaulat, tetapi di sisi lain menyerah pada kekuatan global dengan setuju membayar utang peninggalan Hindia Belanda.

Sukarno pun berusaha berkelit dan mencari jalan lain. Dia galang kekuatan antipengisapan dunia atau kolonial dengan menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika hingga ajang olahraga sekelas olimpiade, yakni Ganefo. Dia pun berulangkali pidato di depan masa agar tetap tabah, berani, dan optimistis. Katanya, jangan takut wilayah Indonesia itu luas, ada Kalimantan, Sumatra, hingga Sulawesi, Papua, serta pulau-pulau lainnya.

                                        

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement