REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menginginkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serius menghentikan aktivitas pencurian pengelolaan air tanah yang mengganggu akses air kepada masyarakat pesisir. Penindakan terhadap aksi pencurian air tanah juga bisa mencegah penuruan muka tanah.
"Pemprov DKI Jakarta harusnya mengambil langkah yang lebih strategis dengan tegas menghentikan dan melarang pencurian air tanah," kata Ketua Departemen Advokasi DPP KNTI Nurhidayah, Ahad (18/3).
Menurut Nurhidayah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya melakukan langkah strategis menyelamatkan Jakarta dari bencana penurunan muka tanah (land subsidences) dengan menghentikan dan melarang penggunaan air tanah. Ia berpendapat, Kepgub 279/2018 tentang tim Pengawasan Terpadu Penyediaan Sumur Resapan dan IPAL serta Pemanfaatan Air Tanah Di Bangunan Gedung dan Perumahan (KEPGUB 279/2018) menjadi sarana pembiaran pencurian air tanah dengan insentif dan disinsentif termasuk pembayaran pajak.
"Pemprov Jakarta harusnya dengan tegas melakukan pelarangan penggunaan air tanah khususnya untuk gedung-gedung bertingkat untuk perkantoran, hotel dan apartemen," ucapnya.
Nurhidayah mengingatkan layanan pengelolaan air perpipaan hingga saat ini baru menjangkau sekitar 40 persen penduduk Jakarta. Selain itu, ujar dia, privatisasi pengelolaan air minum memaksa masyarakat yang tidak terlayani air perpipaan bergantung air tanah untuk kebutuhan sehari-hari.
"Hentikan privatisasi pengelolaan air sebagaimana perintah Putusan Mahkamah Agung Nomor 31 K/PDT/2017 14 Oktober 2017 serta memastikan akses atas air minum dengan meningkatkan pelayanan air minum perpipaan segera dipenuhi oleh Pemerintah," ucapnya.
Baca: Ini Hasil Pemeriksaan Instalasi Air 40 Gedung di Jakarta.