Kamis 15 Mar 2018 16:53 WIB

Di Sidang, Pakar Agama Sebut HTI Menentang Paham Demokrasi

Ishomuddin membaca buku tentang Hizbut Tahrir yang ingin membangun daulah islamiyah

Ahmad Ishomuddin
Foto: Youtube
Ahmad Ishomuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli agama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), KH Ahmad Ishomuddin menyatakan bahwa organisasi Hizbut Tahrir internasional menentang paham-paham demokrasi. Karena peraturan perundang-undangan dalam paham demokrasi dibuat atau dirumuskan oleh manusia.

Menurut Hizbut Tahrir, lanjutnya, dalam negara Daulah Islamiyah tidak boleh ada paham selain bersumber dari akidah Islamiyah. Negara tidak diperkenankan mengadopsi paham demokrasi karena tidak bersumber dari sumber akidah Islamiyah.

"Dan paham demokrasi dianggap kafir karena pokok penyusunan perundang-undangan dalam demokrasi disusun oleh manusia, bukan oleh Allah," kata Ishomuddin saat hadir sebagai ahli agama dalam sidang lanjutan gugatan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Kamis (15/3).

Pernyataan Ishomuddin itu menyitir dari buku berjudul Hizbut Tahrir terbitan Lebanon. Menurut buku-buku yang dibaca Ishomuddin, Hizbut Tahrir Indonesia adalah bagian dari organisasi Hizbut Tahrir internasional di mana Hizbut Tahrir internasional merupakan sebuah partai pembebasan yang bermaksud membangun kembali Daulah Islamiyah.

Ishomuddin, selaku ahli agama yang dihadirkan pihak Pemerintah selaku Tergugat, menekankan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah konsensus kebangsaan, yang merupakan sebuah kesepakatan final. Ishomuddin juga menegaskan NKRI sah dalam hukum Islam karena dalam NRKI umat Islam bebas beribadah dan berdakwah mengenai ajaran agama Islam.

Dia mengatakan, mengupayakan terbentuknya sistem negara khilafah meski dibungkus oleh kegiatan dakwah layaknya yang dilakukan HTI, merupakan bentuk pengkhianatan nyata bagi konsensus nasional. Hal tersebut hanya dapat dicegah dengan membubarkan HTI lebih dulu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement