Kamis 15 Mar 2018 08:37 WIB

Anomali Laju Pembangunan Infrastruktur Transportasi

tren peran angkutan umum berbasis jalan ini kian merosot.

Rep: bowo pribadi/ Red: Esthi Maharani
[ilustrasi] Seorang sopir angkutan umum mengibarkan bendera Merah Putih saat aksi unjuk rasa menolak transportasi berbasis daring atau
Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
[ilustrasi] Seorang sopir angkutan umum mengibarkan bendera Merah Putih saat aksi unjuk rasa menolak transportasi berbasis daring atau "online" di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Senin (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID,  SEMARANG -- Laju pembangunan infratruktur transportasi di Indonesia terjadi peningkatan, dalam satu dasawarsa terakhir. Panjang jalan, temrasuk jalan tol dan rel kereta api mengalami peningkatan. Jumlah bandara, stasiun, pelabuhan dan terminal pun kian bertambah, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Tak ketinggalan jumlah rute penerbangan serta kapal laut.

Namun masih ada satu persoalan yang harus mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah yakni pembangunan angkutan umum berbasis jalan. "Di tengah laju pembangunan infrastruktur transportasi ini, justru pembangunan angkutan umum berbasis jalan justru kian menurun di Indonesia," kata Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno, di Semarang, Kamis (15/3).

Data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), jelasnya, menunjukkan tren peran angkutan umum berbasis jalan ini kian merosot. Tahun 2002 peran angkutan umum ini masih mencapai 52 persen. Tahun 2010, peran angkutan umum ini menurun menjadi 20 persen dan kini hanya berkisar 16 persen. Pun demikian Load Factor rata- rata angkutan umum berbasis jalan hanya 35 persen dan kecepatan rerata hanya 15,6 persen. Penyebabnya, masyarakat lebih menyukai sepeda motor atau kendaraan pribadi dan, yang terkini, mereka lebih permisif dengan keberadaan angkutan daring.

"Menurunnya kinerja ini menafikan angkutan umum berbasis jalan menjadi tidak handal serta berbiaya besar dibanding moda transportasi lainnya," tegasnya.

Menurut Djoko, akibat buruknya layanan angkutan umum, publik mudah 'ditipu' dengan adanya angkutan bertarif murah, seperi ojek online dan taksi online, yang akhirnya juga berujung masalah, hingga saat ini. Sebab tidak mungkin angkutan umum tersebut murah tanpa ada intervensi subsidi dari Pemerintah. "Jika mau murah, ya gunakan angkutan umum yang disubsidi, seperti Bus Transjakarta dan KRL Jabodetabek bagi masyarakat di ibu kota," lanjutnya.

Dampak lain, masih kata Djoko, subsidi BBM dari Pemerintah 93 persen (53 persen mobil dan 40 persen sepeda motor) dinikmati oleh kendaraan pribadi. Angkutan umum hanya menikmati 3 persennya saja.

Persoalan lainnya, data Korlantas Polri (2016), angka kecelakaan terbesar sepeda motor (71 persen). Berdasar usia, 78 persen korbannya merupakan usia produktif (16-50 tahun).

Olrh karena itu, revitalisasi angkutan umum berbasis jalan di seluruh Indonesia harus segera dilakukan untuk memulihkan ke kondisi ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement