Rabu 14 Mar 2018 22:01 WIB

Jokowi tak Tandatangani UU MD3, Ini Kata Wakil Ketua DPR

Wakil Ketua DPR mengatakan UU MD3 tetap berlaku.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan tidak menandatangani Undang-Undang MPR, DPR DPD dan DPRD (UU MD3). Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, tanpa ditandatangani Presiden Jokowi, UU MD3 tetap berlaku.

"Walaupun begitu, secara aturan perundang-undangan, UU MD3 akan tetap berlaku," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (14/3).

Di sisi lain, terkait adanya usulan agar Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), Taufik menilai hal itu merupakan hak konstitusional Presiden. Namun menurutnya, hal itu dirasa sesuatu yang tidak perlu. Ia lebih menyarankan, jika ada pasal dalam UU MD3 yang tidak sesuai dengan keinginan publik, dapat dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan batas penandatangan UU MD3 yang sudah habis ini, berarti UU MD3 sudah berlaku. Namun jika memang dirasa ada pasal-pasal yang bertentangan dengan hati nurani masyarakat, bisa dilakukan uji materi ke MK. Rasanya, Presiden tidak perlu mengeluarkan Perppu, tandas politisi F-PAN itu.

(Baca: Jokowi: Saya tidak Menandatangani UU MD3)

Sementara Presiden Jokowi mengatakan dirinya tidak akan menandatangani UU MD3. Jokowi melihat bahwa masyarakat sangat resah dengan adanya UU ini sehingga dia menilai tak pantas untuk ikut serta menambah keresahan rakyat dengan menandatangani UU MD3. Walaupun dia paham betul meski tak ada tanda tangan Presiden di revisi UU MD3 yang telah disetujui DPR, peraturan itu tetap akan berlaku. Maka tak jadi persoalan berarti meski dia membiarkan undang-undang itu tanpa persetujuan Presiden.

Dengan berlakunya undang-undang tersebut, Jokowi belum bisa memastikan bakal menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undamg-undang (Perppu). Dia justru mendorong masyarakat yang ingin melakukan perlawanan untuk meminta judicial review (JR) atau peninjau kembali UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.

"Tapi untuk menyelesaikan masalah itu berarti masyarakat silakan uji materi ke MK," ujarnya.

Menurut Jokowi, saat ini telah banyak pihak yang ingin menyatakan keberatannya ke MK atas UU MD3. Setelah hasil uji materi di MK keluar baru pemerintah akan mengambil sikap apakah membuat Perppu atau tidak.

Dibalik keinginan DPR melakukan revisi UU MD3 dengan banyaknya keganjilan yang dirasakan masyatakat, Jokowi menyebut bahwa dia merasa perintah melalui Kementerian Hukum dam HAM agak lalai dengan banyaknya pasal ganjil yang menyebabkan keresahan di masyarakat. Padahal Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menyebut pihaknya telah memangkas 75 pasal yang ada dalam ajuan revisi UU MD3.

"Ya situasi. Saya kira situasi di DPR saat itu memang kan permintaan pasal-pasal kan banyak sendiri, dan menteri (Yasonna) memang sama sekali tidak melaporkan pada saya karena emang situasinya sangat (sulit)," jelas Jokowi.

Atas kejadian ini, Jokowi secara tidak langsung tidak akan memberikan teguran kepada Menkumham karena memang situasi pada saat perumusan MD3 di DPR sangat cepat sekali sehingga agak sulit menteri lapor ke Jokowi.

"Tapi emang saya gak tahu. Saya pada posisi yang tidak mungkin menerima itu," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement