Rabu 14 Mar 2018 16:45 WIB

Uang Muka Talangan Rumah DP Nol Jadi Pinjaman, Bukan Subsidi

Pembayaran uang muka bersamaan dengan cicilan pinjaman rumah.

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Nur Aini
Warga melihat rumah tipe hunian DP Nol Rupiah berupa rumah susun sederhana milik (rusunami) di Kantor Informasi Klapa Village, Pondok Kelapa, Jakarta, Ahad (21/1).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Warga melihat rumah tipe hunian DP Nol Rupiah berupa rumah susun sederhana milik (rusunami) di Kantor Informasi Klapa Village, Pondok Kelapa, Jakarta, Ahad (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman DKI Agustino Darmawan mengatakan, realisasi program rumah dengan uang muka atau DP (down payment) nol rupiah hampir pasti menggunakan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Pemprov DKI, menurut Agustino, akan memberikan dukungan dana untuk DP sebesar 1 persen dari yang disyaratkan dalam skema FLPP. Pemprov akan mengintervensi dengan memberi dukungan dana agar konsumen tidak membayar uang muka di program rumah DP nol rupiah ini. Namun, dukungan dana bukan dalam bentuk subsidi.

"Bukan subsidi. Saya nggak mau mengatakan itu pinjaman atau subsidi. Yang jelas, yang namanya DP itu dukungan dana. Dukungan dana itu artinya dipinjamkan," kata dia di Balai Kota, Rabu (14/3).

photo
Pekerja menyelesaikan pembangunan contoh unit rumah DP nol Rupiah di kawasan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (26/2).

Agustino mengatakan, dukungan dana dari pemprov kepada konsumen ini wajib dikembalikan. Proses pengembaliannya yakni digabungkan dalam cicilan yang dibayar debitur atau konsumen setiap bulan. Namun, kepastian itu menunggu penggodokan yang saat ini dilakukan oleh timnya.

Menurutnya, program DP nol rupiah akan mengakomodasi semua persyaratan yang ada dalam program FLPP milik Kementerian PUPR. Namun, detail skemanya baru akan difinalisasi oleh Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) yang akan dibentuk dan diperkirakan selesai April 2018.

Terkait bank yang akan diajak kerja sama dalam program tersebut, Agustino mengaku belum dibahas. Ia mengatakan, yang pasti dilibatkan adalah bank dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov DKI. Namun, tak menutup kemungkinan bank di luar itu akan masuk untuk turut bekerjasama.

"Bisa saja dari bank lain (selain Bank DKI). Bank yang bersedia jadi kreditor saya belum dapat datanya, yang pasti Bank DKI," ujar dia.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Tuty Kusumawati mengatakan, dukungan dana untuk uang muka sebesar satu persen yang disyaratkan FLPP bukan pemberian atau subsidi dari Pemprov DKI. Uang muka satu persen adalah berstatus pinjaman, dan konsumen DP nol rupiah akan membayarnya di lain waktu dengan skema yang disediakan pemprov.

"Jadi bukan diberi cuma-cuma dan juga bukan hibah. Dia bentuknya pemprov menyediakan fasilitas agar customer ini, para target DP nol ini apabila skemanya diperlukan di awal sediakan DP, agar dia nggak cari sendiri maka ditalangi," katanya.

Saat peletakan batu pertama atau ground breaking rumah DP nol di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Anies mengatakan, Pemprov memanfaatkan program KPR bersubsidi atau FLPP dari pemerintah pusat. Pemprov akan memberi dukungan dana DP 1 persen yang disyaratkan dari program FLPP.

"FLPP itu artinya dengan skema satu persen lalu yang satu persen-nya dari kita," kata Anies.

FLPP merupakan pembiayaan perumahan dengan skema subsidi dari pemerintah, bekerja sama dengan bank nasional yang telah menyediakan fasilitas tersebut, di mana suku bunga rendah dan flat atau tak berubah selama masa cicilan. Suku bunga untuk program ini hanya lima persen dan jangka waktu cicilan sampai 20 tahun.

Di antara syarat yang ditetapkan Kementerian PUPR adalah penerima belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah. Selain itu, gaji atau penghasilan pokok tidak melebihi Rp 4 juta untuk rumah sejahtera tapak dan Rp 7 juta untuk rumah sejahtera susun.

KPR FLPP memang ditujukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), berpenghasilan tetap maupun tak tetap. Anies menyebut hunian vertikal atau rumah susun di Pondok Kelapa hanya untuk masyarakat berpenghasilan rendah yakni di bawah Rp 7 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement