REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menuturkan pernyataan Menko Polhukam Wiranto soal penundaan proses hukum tindak pidana korupsi dapat dimaknai sebagai upaya secara tidak langsung mengintervensi proses hukum. Sebelumnya, Wiranto meminta KPK menunda pengumuman mengenai calon kepala daerah dalam Pilkada 2018 yang menjadi tersangka kasus korupsi.
Donal pun mengingatkan Wiranto bahwa proses hukum tidak boleh diintervensi siapa pun. "Seharusnya pemerintah bisa membedakan wilayah proses politik dan wilayah proses hukum yang tidak boleh diintervensi oleh siapa pun," ujar Donal dalam keterangannya, Selasa (13/3).
Menurut Donal, jika pemerintah berada dalam garis yang jelas dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi maka seharusnya menghindari pernyataan yang dilontarkan Wiranto. Dia melanjutkan pemerintah juga tidak perlu khawatir proses hukum akan mengganggu proses politik.
Sebaliknya, dia mengatakan, proses hukum yang dijalankan KPK tidak akan menghentikan proses politik. Faktanya, penetapan tersangka oleh KPK terhadap lima calon kepala daerah 2018 tidak menghentikan atau mengganggu tahapan pilkada di daerah tersebut dan juga tidak menciptakan gangguan keamanan.
Selain itu, Donal menyatakan, pernyataan Wiranto berlawanan dengan upaya menjadikan pemilihan kepala daerah (pilkada) sebagai mekanisme menciptakan pemerintahan bersih. Dia mengatakan pilkada seharusnya menjadi ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin mereka untuk lima tahun yang akan datang.
“Manakala kontestan pilkada tersebut merupakan orang yang bermasalah seperti terindikasi korupsi, seharusnya proses hukum bisa membantu masyarakat agar tidak salah pilih pemimpin daerah mereka," kata dia.
Sebelumnya, Wiranto mengatakan, penundaan ini agar tahapan pilkada serentak tidak terganggu. "Ditunda dululah penyelidikannya, penyidikannya, dan pengajuan dia sebagai saksi dan sebagai tersangka," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/3) kemarin.
Wiranto mengatakan permintaan penundaan itu dimaksudkan agar tahapan pilkada serentak serta pencalonan kandidat tidak terganggu dengan adanya proses hukum yang harus dipenuhi calon kepala daerah. Sebab, risiko calon yang dipanggil sebagai saksi atau tersangka oleh KPK akan berpengaruh pada perolehan suara. "Itu pasti akan berpengaruh terhadap pencalonannya," terang Wiranto.