Senin 12 Mar 2018 11:24 WIB

Penataan Tanah Abang Diminta Lebih Terbuka

Penyelesaian persoalan di Tanah Abang harus dilihat secara menyeluruh

Rep: Mas Amil Huda/ Red: Esthi Maharani
Kendaraan angkutan kota (angkot) jurusan Tanah Abang melintas di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta, Ahad (4/2).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Kendaraan angkutan kota (angkot) jurusan Tanah Abang melintas di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta, Ahad (4/2).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana membangun sky bridge alias jembatan layang di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Rencana ini dikritik lantaran dinilai tidak menjawab persoalan klasik sekaligus pelik yang terjadi di kawasan tersebut.

Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, penyelesaian persoalan di Tanah Abang harus dilihat secara menyeluruh. Jika jembatan layang dibuat hanya untuk menyelesaikan persoalan pedagang kaki lima (PKL) di Tanah Abang, cara itu diyakini tak menyelesaikan masalah sepenuhnya.

"Masalah Tanah Abang bukan cuma itu, banyak yang lebih krusial," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (11/3).

Menurutnya, persoalan integrasi moda transportasi umum adalah bagian paling penting. Angkot yang ada di Tanah Abang harus dibenahi. Pemprov, kata dia, harus mengatur detail tempat pemberhentian hingga sistem yang harus dibuat agar mereka lebih tertata dan tidak mengganggu yang lain.

Dia menambahkan, persoalan PKL juga dinilainya bisa diselesaikan secara bersamaan dengan penataan sektor lain. Elisa mengatakan, PKL pada dasarnya mau untuk ditata. Yang terpenting, menurutnya, adalah pengakuan dari pemerintah tentang keberadaannya sebagai pedagang di lokasi tersebut.

"Di Kota Tua sebelum digusur, setelah mendapat pengakuan dan tempat operasi jam berdagang, mereka malah jadi polisi di tempat mereka sendiri. Kalau ada yang ilegal di luar yang diakui, mereka bilang 'kamu nggak boleh jualan di sini karena ini tempat kita'. Mereka bisa mengatur diri," ujar dia.

Elisa meyakini bahwa pembangunan jembatan layang bukan jawaban penyelesaian peliknya permasalahan Tanah Abang. Apalagi jika jembatan layang hanya dibangun membentang dari Blok G ke Stasiun Tanah Abang. "Stasiun Tanah Abang ke Blok G itu cuma 200 meter. Kenapa harus pakai sky bridge," katanya.

Persoalan lain, lanjut Elisa, yakni keberadaan ojek online yang kian banyak juga harus ditata di mana mereka bisa mengambil penumpangnya. Namun, dia mengaku tak bisa berkomentar lebih jauh lantaran hasil analisa pemprov yang tak pernah dipublikasi.

"Hasil analisanya mana, mereka sudah analisa tapi nggak pernah dipublikasikan. Bagaimana kita mau komentar (lebih jauh)," ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement