Ahad 11 Mar 2018 09:12 WIB

Merial Institute Dorong Implementasi Perpres Kepemudaan

Penduduk berusia kerja 16-64 tahun meningkat pesat.

Peserta diskusi “Implementasi Perpres 66/2017
Peserta diskusi “Implementasi Perpres 66/2017" yang digelar Merial Institute di Sekretariat Merial Institute, Tebet, Jakarta, Sabtu (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tantangan pembangunan pemuda di Indonesia dinilai tidak pernah berada pada kondisi sepenting saat ini, yaitu saat mengalami momentum bonus demografi. Sebanyak 64 juta pemuda atau kurang lebih satu dari empat penduduk Indonesia, akan menjadi tulang punggung angkatan kerja nasional hingga berakhirnya momentum ini pada 2035. 

 

Peneliti Merial Institute, Deny Giovano, memberikan paparan bahwa Indonesia akan mengalami transisi kependudukan, di mana proporsi penduduk berumur di bawah 15 tahun makin menurun, penduduk berusia kerja 16-64 tahun meningkat pesat, dan penduduk di atas 65 tahun meningkat perlahan. Pergeseran distribusi penduduk ini mengakibatkan pada turunnya rasio ketergantungan penduduk muda (youth dependency ratio) dan membentuk keadaan yang ideal yang menghasilkan potensi terjadinya bonus demografi. "Titik perubahan dari menurun dan berbalik menjadi meningkat merupakan titik terendah rasio ketergantungan yang dapat disebut sebagai kendela kesempatan (windows of opportunity)," kata Deny dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Sabtu (11/3).

 

Dalam diskusi “Implementasi Perpres 66/2017" yang digelar Merial Institute di Sekretariat Merial Institute, Tebet, Jakarta, Deny mengatakan momentum bonus demografi perlu diantisipasi dengan penyiapan SDM yang berkualitas secara terencana. Tanpa intervensi kebijakan yang tepat, bonus demografi akan terlewat sia-sia, bahkan terancam menjadi windows of disaster. Bonus demografi tidak dapat terjadi dua kali di dalam satu siklus demografi sebuah bangsa.

 

Menurutnya, disahkannya Peraturan Presiden nomor 66/2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan pada Juli tahun 2017 lalu, menjadi kabar gembira bagi stakeholder kepemudaan. Perpres ini menerobos kebuntuan program pembangunan kepemudaan yang selama ini dilakukan oleh 24 Kementerian/ Lembaga. Beberapa amanat Perpres seperti Pokja Kepemudaan, regulasi dan kebijakan diharapkan juga mendorong pelibatan kelompok pemuda dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan kepemudaan.

Menanggapi hal tersebut, Assisten Deputi Kemenpora Esa Sukmajaya mengakui bahwa hingga saat ini Indonesia belum memiliki grand design kepemudaan yang akan menjadi acuan dalam pembangunan kepemudaan. Menurutnya, ini merupakan kesempatan yang harus dimanfaatkan oleh Kemenpora dan kementerian/lembaga lainnya dalam rangka pembangunan kepemudaan. 

 

Olehkarena itu, lanjut Esa Kemenpora akan berusaha mempertimbangkan kedudukan dan hak pemuda sebagaimana tercantum dalam UU Pemuda bahwa pemuda memiliki hak dalam berperan mengambil keputusan strategis terkait program kepemudaan.

Hal ini juga mendapat soroton dari Direktur Program Merial Institute, Danial Iskandar Yusuf. Menurutnya, tahapan bonus demografi, yang akan memberikan dampak sangat besar terhadap wilayah kepemudaan, belumlah mendapat intervensi dari presiden dengan kebijakan dan program yang terintegratif dan terukur. Selain itu, lanjut dia, implementasi dari perpres tersebut harus dikawal serius oleh Presiden Jokowi agar pembangunan pemuda tidak lagi menjadi prioritas yang di”anaktiri”kan di samping pembangunan infrastruktur. "Hal ini dapat didorong segera dengan percepatan koordinasi lintas strategis pelayanan kepemudaan di mana Kemenpora adalah leading sector-nya," ujar Danial.

Danial melanjutkan, Merial Institute juga merekomendasikan Presiden Jokowi untuk memberikan perhatian khusus terhadap jalannya Perpres nomor 66/2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement