Selasa 06 Mar 2018 20:29 WIB

Kejakgung dan Polri Tegaskan Tunda Kasus Calon Kepala Daerah

Kejakgung menghindari tuduhan politisasi dan kriminalisasi proses demokrasi.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Foto Kolase empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT Esthon L Foenay-Christian Rotok (kiri atas) pasangan Marianus Sae-Emilia Nomleni (kanan atas), Beny K Harman-Benny Litelnoni (kiri bawah) dan pasangan Viktor B Laiskodat- Josef Nae Soi (kanan bawah) menandatangani kesepakatan kampanye damai di Kupang, NTT, Kamis (15/2).
Foto: Antara/Kornelis Kaha
Foto Kolase empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT Esthon L Foenay-Christian Rotok (kiri atas) pasangan Marianus Sae-Emilia Nomleni (kanan atas), Beny K Harman-Benny Litelnoni (kiri bawah) dan pasangan Viktor B Laiskodat- Josef Nae Soi (kanan bawah) menandatangani kesepakatan kampanye damai di Kupang, NTT, Kamis (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) dan Polri telah bersepakat melakukan penundaan kasus apa pun yang melibatkan calon kepala daerah yang mengikuti kontestasi Pilkada Serentak hingga proses penetapan pemenang. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya tuduhan politisasi dan kriminalisasi dari proses demokrasi yang sedang berjalan.

"Karena kita menghindari politisasi dan sebagainya, ini berbeda antara Polri dan Kejaksaan dan KPK itu berbeda, KPK ketika menangani kasus nggak ada orang yang berani datang, baik Polri dan Kejaksaan pasti ada tuduhan politisasi, kriminalisasi, dan sebagainya, ini yang kita hindari," kata Prasetyo di Ancol, Jakarta Utara, Selasa (6/3).

Di samping itu, yang paling penting menurut Prasetyo adalah bagaimana pilkada berjalan dengan aman dan tenang. "Sehingga tidak ada kegaduhan, tentunya akan merusak dan mencederai proses demokrasi," ujar dia.

Untuk diketahui, Polri dan Kejaksaan Agung (Kejakgung) sepakat akan menunda sementara proses hukum yang melibatkan pasangan calon yang mengikuti kontestasi Pilkada 2018. Hal ini bertujuan untuk menjaga setiap tahapan pemilihan berjalan dengan aman dan adil. Selain itu, ini untuk menghindari adanya pemanfaatan penegak hukum untuk kepentingan pilkada.

Sejumlah calon kepala daerah diketahui masih tersangkut kasus hukum. Di antaranya, Viktor Laiskodat yang mencalonkan diri sebagai calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan ujaran kebencian dan permusuhan terkait pidatonya di NTT Timur pada 1 Agustus 2017 lalu.

Pidato Viktor di NTT tersebut pun viral di dunia maya. Dalam video tersebut, Viktor diduga menuduh empat partai yaitu Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN mendukung adanya khilafah karena menolak Perppu Ormas.

Nama calon gubernur lain yang terlibat perkara hukum adalah calon gubernur Papua pejawat Lukas Enembe. Terakhir, Lukas memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Dittipidkor Bareskrim) Polri, Senin 4 September 2017 lalu. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran pendidikan berupa beasiswa untuk mahasiswa Papua pada tahun anggaran 2016.

Kemudian, calon gubernur Kalimantan Timur, Syaharie Jaang sempat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan dan pencucian uang dengan terdakwa Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB), Hery Susanto Gun alias Abun, dan Manajer Lapangan KSU PDIB, Noor Asriansyah alias Elly. Pemeriksaan Syaharie dalam kasus dugaan pemerasan dan pencucian uang itu sesuai dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Nomor 551.21/083/HK-KS/II/2016 tentang Penetapan Pengelola dan Struktur Tarif Parkir pada Area Parkir Pelabuhan Peti Kemas, Palaran, atas nama KSU PDIB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement