Selasa 06 Mar 2018 19:41 WIB

Polri, KPK, Kejakgung Teken MoU Terkait Politik Uang Pilkada

Ketiga institusi penegak hukum bersinergi memantau pelaksanaan pilkada serentak.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
 Pilkada (ilustrasi)
Foto: Antara/Rahmad
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani nota kesepahaman (MoU) di bidang hukum dalam menghadapi Pilkada Serentak 2018. Penandatanganan itu dilakukan di Ancol Jakarta Utara, Senin (6/3).

Salah satu yang menjadi fokus utama dalam MoU ini adalah terkait adanya politik uang yang membayangi Pilkada Serentak. Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyebut, sistem demokrasi di Indonesia ini menimbulkan sisi lain yang rawan menyebabkan calon kepala daerah melakukan kecurangan. Maka Polri KPK dan Kejaksaan Agung akan bersinergi dalam memantau perkara tersebut.

"Bersama-sama membuat kesepakatan dengan kejaksaan polri dan KPK, bermaksud untuk menyamakan visi agar kita bisa menjaga agar proses demokrasi ini berjalan tanpa dibebani politik biaya tinggi yang kemudian akhirnya menjurus kepada terpilihnya kepala daerah yang nantinya menjadi calon-calon koruptor," kata Tito.

Penangkapan yang dilakukan KPK dalam bentuk OTT belakangan ini pada unsur pilkada, maupun Polri melalui Satgasnya, diharapkan Tito dapat memberikan efek deteren kepada para penyelenggara pengawas dan juga para peserta untuk tidak bermain dengan politik uang. "Meskipun memang mereka juga tidak bisa menghindar tetapi paling tidak bisa mengurangi," ucap Tito.

Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, MoU ini dalam kaitan supaya pilkada yang akan terselenggara di 2018 akan berjalan dengan baik, jujur aman dan adil. Prasetyo berharap, pilkada bisa terbebas dari tindak penyimpangan yang cenderung itu terindikasi korupsi.

"Ini menjadi tanggung jawab bersama aparat penegak hukum, karena melalui penandatanganan ini akan terbangun satu kesamaan pola pikir, pola sikap dan pola tindak untuk bagaimana mencegah sebelum terjadi dan menangani kalau sudah terjadi berbagai tindak penyimpangan tadi," kata Prasetyo menuturkan.

Prasetyo mengakui, hampir di semua pilkada terjadi tindak penyimpangan yang dapat dikategorikan sebagai tindak korupsi. Hal ini yang harus ditanggulangi bersama. Untuk itu, MoU ini dilakukan untuk mengantisipasi dan menangani kasus-kasus tersebut.

"Kita harapkan dengan adanya kesepakatan bersama ini nantinya akan menjadi semacam message kepada para peserta pilkada nanti untuk mereka meninggalkan praktek-praktek penyimpangan termasuk antara lain praktik politik uang dan sebagainya,

Sistem pilkada yang rawan ini dikhawatirkan akan menyisihkan orang berkualitas dari pada para pemodal yang menggunakan Politik uang. Atas dasar ini, kata Prasetyo, MoU ini pun disepakati bersama.

Ketua KPK Agus Rajardjo mengatakan, salah satu tujuan dari kerja sama ini supaya biaya politik tinggi itu bisa diminimalkan. Namun, ia juga berharap, DPR dan Jokowi sebagai presiden mengevalusi juga biaya politik biaya tinggi yang berlansung ini karena mekanisme demokrasi yang berlaku di Indonesia.

"Jadi, bagaimana kemudian peraturan atau undang-undang dibuat karena hari ini kalau kita lihat tampaknya memang mahar untuk biaya saksi," ucap Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement