REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena stunting atau kekerdilan yang masih dialami sejumlah anak di Tanah Air dinilai mengancam potensi optimalisasi bonus demografi yang seharusnya bisa diberdayakan maksimal oleh Republik Indonesia.
"Bonus demografi tidak akan berarti apa-apa tanpa generasi muda yang sehat jiwa dan raga. Dengan sehat jiwa dan raga, mereka akan mampu memaksimalkan potensi mereka dalam berbagai hal," kata Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi di Jakarta, Selasa (6/3).
Menurut Hizkia, generasi muda akan menjadi pelaku utama pembangunan saat Indonesia mengalami bonus demografi. Sedangkan stunting membawa dampak negatif, tidak hanya pada hidup si anak, tapi juga pada potensi bonus demografi.
Hizkia mengingatkan Indonesia diperkirakan akan menyongsong bonus demografi pada 2030. Melimpahnya jumlah penduduk usia produktif tentu merupakan hal yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan capaian-capaian positif di berbagai bidang.
"Hal ini harus dimulai dengan menciptakan generasi muda yang sehat, baik jiwa maupun raga. Pemenuhan gizi seimbang dapat dilakukan sebagai awal yang baik untuk tumbuh kembang anak," ujarnya.
Ia mengemukakan, stunting terjadi ketika anak mengalami kekurangan asupan gizi dalam waktu yang lama dan terus menerus sehingga akibatnya adalah anak tidak mengalami pertumbuhan fisik yang maksimal.
Tidak hanya berdampak pada fisik, kecerdasan anak stunting biasanya juga tidak lebih baik daripada anak yang tidak mengalami stunting. Anak yang menderita malnutrisi juga cenderung lebih mudah sakit dan mengalami masalah kesehatan, seperti kanker, diabetes dan jantung.
"Stunting bisa berdampak hingga anak dewasa. Hal ini akan membuat anak tidak bisa maksimal dalam mengembangkan potensinya," ucapnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan anak stunting juga akan memiliki potensi kerugian waktu dan tenaga karena memiliki tubuh yang rentan terkena penyakit. Belum lagi potensi kerugian ekonomi karena harus terus mendapatkan perawatan kesehatan akibat sakit yang diderita karena stunting.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bakal memberdayakan warga dan membangun sejumlah sarana infrastruktur guna mencegah fenomena stunting. "Indonesia masih mengalami fenomena stunting. Ditunjukkan dengan adanya kondisi kerdil pertumbuhan khususnya balita," kata Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Sri Hartoyo di Jakarta, Selasa (6/3).
Menurut Sri Hartoyo, hal itu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan si anak dan akan berdampak kepada produktivitas. Ia memaparkan, karena stunting juga dipengaruhi faktor gizi secara spesifik dan insentif, Kementerian PUPR sesuai domainnya juga akan membangun infrastruktur air bersih dan sanitasi guna mengatasi persoalan stunting.
Mengenai sebaran lokasi, ucapnya, secara nasional ada 100 kabupaten/kota yang ditangani untuk penanganan stunting. "Kami akan mengapikasikan program yang sudah ada seperti di bidang sanitasi khususnya pengelolaan air limbah yang diperuntukkan pada kawasan kumuh dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat," kata Dirjen Cipta Karya.