Senin 05 Mar 2018 12:11 WIB

Pembatasan Penggunaan Gawai Bagai Makan Buah Simalakama

Gawai di satu sisi diperlukan, di sisi lain juga membahayakan.

Rep: Ronggo Astungkoro, Febrianto Adi Saputro/ Red: Karta Raharja Ucu
Remaja berseluncur di dunia maya dengan gawainya.
Foto: pixabay
Remaja berseluncur di dunia maya dengan gawainya.

REPUBLIKA.CO.ID, Rencana pemerintah untuk membatasi penggunaan gawai untuk anak-anak dan remaja dipandang sebagai kebijakan yang harus dilakukan secara ekstra. Ini mengingat hal tersebut ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Di satu sisi diperlukan dan di sisi lain juga membahayakan.

"Yang lebih ekstra lagi sebenarnya adalah karena yang paling banyak diakses dan membahayakan itu situs porno, itu harus masif. Menkominfo harus ekstra dengan itu, dan juga harus bikin filter mana yang boleh masuk ke Indonesia, mana yang tidak," ujar anggota Komisi X DPR, Ledia Hanifah Amaliah, saat dihubungi, Sabtu (3/3).

Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah membuat peraturan untuk membatasi penggunaan gawai di kalangan anak-anak. Tujuannya untuk mengurangi risiko anak terkontaminasi konten negatif serta mencegah kecanduan penggunaan gawai.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut juga mengatakan, tak bisa dimungkiri, penggunaan teknologi juga diperlukan untuk pembelajaran. Karena itu, peraturan tersebut perlu mengatur pembatasan antara penggunaan untuk belajar dan penyalahgunaannya. Kemudian, aturan juga harus mencakup pada umur berapa anak sudah mulai bisa dibekali gawai serta bagaimana menggunakannya.

"Artinya, pengaturannya harus sangat cermat karena kebutuhan tiap anak akan berbeda dengan tugas sekolahnya dan sebagainya," ucapnya.

Selain itu, menurut Leida, rencana pemerintah baru akan dapat berjalan efektif jika ada edukasi yang diberikan kepada orang tua. Sebab, pihak yang memberikan gawai adalah orang tua.

"Kalau orang tua enggakdiedukasi, akhirnya jadi sia-sia.Ada banyak peraturan melindungi anak, tapi kita kemudian tidak bisa efektif karena tidak ada edukasi orang tua, guru, dan juga lingkungan sekitarnya," kata Ledia.

Edukasi orang tua

Senada, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan mendukung rencana dibentuknya peraturan pembatasan penggunaan gawai bagi anak. Regulasi tersebut harus pula dapat mengedukasi para orang tua terkait baik dan buruknya gawai.

"Kita pernah berdiskusi dengan Menteri PPPA dan dia menyampaikan model Australia.Semua orang tua di sana kalau menelepon itu tidak lama dan menggunakan telepon dengan kabel," tutur Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra kepada Republika.co.id.

Dengan begitu, gawai yang dimiliki para orang tua di Australia hanya digunakan untuk mengirim pesan singkat melalui SMS. Apabila memang mengarah ke sana, kata Jasra, telepon model lama atau yang tidak terlalu canggih harus di fungsikan kembali.

Meski mazhabnya pembatasan penggunaan, lanjut Jasra, jika anak melihat orang tuanya bebas menggunakan gawai dan tak dibatasi, anak justru akan mengakses gawai secara diam-diam. Jadi, ia menilai regulasi tentang pembatasan penggunaan gawai harus pula dapat mengedukasi orang tua.

"Kalau cuma anak yang dibatasi sementara orang tua tidak dibatasi, saya rasa kebijakan ini tidak akan efektif," ungkapnya.

Pembatasan itu dapat berupa menggunakan telepon yang biasa saja, yang berfungsi untuk menelepon dan mengirim pesan singkat. Untuk bersurel, ujar Jasra, bisa dilakukan dengan menggunakan laptop atau komputer. "Artinya, fitur-fitur yang ada di gawai itu kanharus dibatasi kalau memang anak dibatasi. Tapi, kalau orang tua tetap bermedia sosial, kemudian ada gawai di sekitar situ, saya yakin anak akan ikut juga," ujarnya lagi.

Dia mengungkapkan, KPAI pada dasarnya sangat mendukung rencana pembuatan kebijakan tersebut, terlebih setelah melihat fenomena yang terjadi beberapa waktu ke belakang. Ada beberapa hal yang tidak bisa dihindari terkait dampak-dampak negatif penggunaan gawai bagi anak.

Jasra memberikan contoh, yaitu adanya anak yang kecanduan menggunakan gawai dan ancaman predator anak. Anak-anak yang bermedia sosial tidak tahu bahwa ada hal demikian yang mengancam keselamatan mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement