Jumat 02 Mar 2018 06:32 WIB

Ini Kata Pakar UI Soal Muslim Cyber Army

MCA dapat dipahami melalui tiga tingkatan.

Pihak Ditsiber Bareskrim Polri malakukan konferensi pers di gedung Bareskrim, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2), terkait penangkapan enam tersangka dari grup The Family MCA yang diketahui melakukan penyebaran kebohongan dan ujaran kebencian di media sosial.
Foto: Republika/Zahrotul Oktaviani
Pihak Ditsiber Bareskrim Polri malakukan konferensi pers di gedung Bareskrim, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2), terkait penangkapan enam tersangka dari grup The Family MCA yang diketahui melakukan penyebaran kebohongan dan ujaran kebencian di media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) Irwansyah menjelaskan untuk memahami keberadaan Muslim Cyber Army (MCA) maka hal itu dapat melalui tiga tingkatan. Tiga tingkatan tersebut adalah makro, meso dan mikro.

Irwansyah menjelaskan pada tingkatan makro, terjadi penguatan Islam dan berkembangnya media baru atau media sosial global yang merupakan simbiosis dari agenda pemangku kepentingan yang terakomodasi dengan baik. "Atau dengan kata lain, Islam semakin menguat dan media sosial menjamur. Sehingga aktor yang berkepentingan pada akhirnya memperluas agenda dengan mudah melalui media baru," ujar Irwansyah kepada Antara di Jakarta, Jumat (2/3).

Sementara, pada level meso atau menengah, Islam dan media sosial memiliki karakter yang berjaringan sehingga terjadi sinergi dalam aktivitas dan pola penyebaran pesan komunikasinya. "Perantara antaraktor yang terfasilitasi dalam jaringan organisasi Islam dan media sosial, maka jaringan memperkuat isu-isu Islam yang mudah dikemas dalam berbagai kepentingan. Tidak hanya politik tetapi juga dalam penguatan komunitas luar jaringan maupun dalam jaringan baik secara ekonomi, sosial dan budaya," jelas Irwansyah yang juga lulusan University of Hawaii at Manoa tersebut.

Sedangkan pada level mikro, tambah dia, individu dengan mudahnya mengemas pesan baik ideologi apa pun untuk dikapitalisasi dalam teori penawaran dan permintaan. "Pesan yang dimanipulasi, dimodifikasi, atau dikomodifikasi yang bersifat hoaks adalah permainan untuk menciptakan kericuhan, atau lebih mudahnya adalah peluang untuk menciptakan anti kemapanan seperti kecemasan, kekhawatiran, dan ketakutan). Sehingga setiap orang akan mencari atau membangun kelompoknya untuk mencari perlindungan terhadap keyakinan dan kepercayaannya tersebut," terang dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement