Kamis 01 Mar 2018 19:48 WIB

Pelajar SMP di Sukabumi Meninggal Akibat Demam Berdarah

Pasien meninggal akibat syok yang diduga penyebabnya DBD.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Winda Destiana Putri
Perlindungan Baru Untuk Demam Berdarah
Foto: Rayhan
Perlindungan Baru Untuk Demam Berdarah

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Seorang pelajar tingkat SMP di Kota Sukabumi meninggal dunia akibat dengue shock syndrome (DSS). Di mana sebelumnya pasien diduga terkena demam berdarah dengue (DBD) terlebih dahulu.

Data dari RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi menyebutkan, pasien yang meninggal tersebut adalah Selamita (14 tahun) warga Kampung Pangkalan, Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu. Pasien dirujuk ke RSUD R Syamsudin pada Selasa (27/2) lalu dan dinyatakan meninggal pada hari tersebut.

"Pada Selasa pasien langsung masuk Intensive Care Unit (ICU) karena kondisinya kurang baik," ujar Ketua Tim Penanganan Keluhan dan Informasi RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi Wahyu Handriana kepada wartawan, Kamis (1/3). Gejalanya kata dia terjadi penurunan tekanan darah atau shock yang disebabkan tidak kuat jantung memompa darah.

Wahyu menerangkan, dari hasil laboratorium ditemukan trombosit 20 ribu, padahal normalnya 200 ribu. Selain itu, hemoglobin (HB) darahnya hanya 5 padahal normalnya 13.

Menurut Wahyu, pasien meninggal akibat shock yang diduga penyebabnya DBD atau istilah medisnya dikenal dengan DSS. Selain Selamita, kata dia, RSUD R Syamsudin juga merawat belasan pasien DBD lainnya yang merupakan warga Kota Sukabumi.

Perinciannya ungkap Wahyu, pada Januari 2018 pasien DBD yang dirawat sebanyak 10 orang dan Februari sebanyak 6 orang. Rumah sakit juga merawat pasien DBD dari Kabupaten Sukabumi sebanyak 28 orang.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi Ritaneny mengatakan, dinkes masih belum menerima laporan tertulis dari rumah sakit mengenai meninggalnya Selamita. Informasi sementara yang kami peroleh pasien meninggal akibat DSS yakni derajat dari DBD kalau berlanjut diagnosanya jadi DSS, terang dia kepada wartawan.

Dalam artian terang Ritaneny, fase lanjut dari DBD ke DSS. Namun, untuk memastikan penyebab meninggalnya menunggu laporan dari rumah sakit. Jika benar karena DBD kata dia maka ini merupakan kasus kematian pertama yang terjadi di awal 2018.

Ia menerangkan, sebelum ada informasi kematian puskesmas dan dinkes sudah melakukan pemantauan epidemiologi ke sekolah dan rumah pasien yang ditindaklanjuti dengan fogging atau pengasapan. Dinkes dan puskemas kata Ritaneny, telah menerapkan standar operasional prosedur (SOP) dalam penanganan kasus DBD.

Ritaneny mengatakan, sebenarnya kasus DBD di Kota Sukabumi dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Fenomena ini, ujar dia, karena gencarnya promosi kesehatan dan proaktifnya petugas puskesmas yang tersebar di 33 kelurahan.

Contohnya, ungkap Ritaneny, kasus DBD pada awal tahun tepatnya Januari hanya sebnyak 13 kasus dan Februari 12 kasus. Sementara, pada tahun lalu kasusnya jauh lebih banyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement