Rabu 28 Feb 2018 23:00 WIB

BNN Ungkap TPPU Rp 6,4 Triliun Hasil Perdagangan Narkoba

BNN mengungkap kasus pencucian uang hasil penjualan Narkoba.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Bayu Hermawan
Deputi Pemberantasan BNN Arman Depari memperlihatkan identitas pelaku WN Malaysia saat merilis kasus sindikat narkoba Malaysia di Jakarta, Rabu (23/8).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Deputi Pemberantasan BNN Arman Depari memperlihatkan identitas pelaku WN Malaysia saat merilis kasus sindikat narkoba Malaysia di Jakarta, Rabu (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil mengungkap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 6,4 triliun. Uang tersebut diketahui sebagai hasil penjualan narkotika jaringan paling terkenal se-nusantara, yakni jaringan Freddy Budiman.

Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari mengungkapkan, kasus ini bermula dari informasi hasil pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan menemukan adanya transaksi mencurigakan sebesar Rp 6,4 triliun.

"Kita mengindikasi dana tersebut berasal dari pencucian uang dari jaringan narkoba," ujar Arman di kantor BNN Pusat, Rabu (28/2).

Lebih lanjut ia menjelaskan, indikasi tersebut semakin menguat setelah BNN menangkap tiga tersangka yakni Devy Yuliana, Hendi Romli, dan Frendi Heronusa, yang menjalankan aliran dana hasil penjualan narkoba tersebut. Ketiganya ditangkap pada Februari 2018 ini.

Setelah di lakukan pemeriksaan mendalam oleh petugas, ketiga tersangka yang diamankan ternyata masih satu jaringan dengan Togiman, terpidana mati kasus narkoba. Kepolisian pun menelusuri lebih jauh terkait aset dan aliran uang, diketahui ketiganya masih ada kaitan dengan jaringan Freddy Budiman.

"Kalau dilihat dari kasus lalu di dalam sindikat mereka, masih terkait dengan almarhum Feddy Budiman. Ini kita buktikan dari penelusuran aset dan aliran uang," ujar Arman.

Untuk menjalankan aksi pencucian uang, ketiga tersangka menggunakan modus operandi dengan cara membangun perusahaan fiktif, yang hanya berkedok belaka. Perusahan tersebut merupakan perusahaan ekspedisi ekspor dan impor, yang sebenarnya tidak pernah melakukan eksport dan Import apapun.

"Tersangka ini memiliki enam perusahaan fiktif. Dana Rp 6,4 triliun tersebut dialirkan dalam kurun waktu 2014 sampai 2016, dengan menggunakan salah satu perusahan fiktif milik tersangka, dengan mengirim dana ke luar negeri dan menggunakan sedikitnya 2.136 invoice fiktif," papar Arman.

Pengiriman itu, ia menuturkan, dilakukan dengan mengunakan sejumlah rekening bank. Adapun keenam perusahaan fiktif tersebut yakni PT Prima Sakti, PT Untung Jaya, PT Digjaya, PT Grafika Utama, Hoki Cemerlang dan PT Devi & Rekan Sejahtera.

Selain mengamankan tiga tersangka, BNN juga menyita sejumlah barang bukti, seperti tiga unit apartemen, lima unit ruko, satu unit rumah, tiga unit mobil, dua unit toko dan sebidang tanah di Jakarta Selatan dan uang tunai sebesar Rp 1,65 milliar. Adapun total perkiraan aset tersebut senilai Rp 65,96 milliar.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka diganjar Pasal 137 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 3, 4 dan 5 Undang-Undang No. 10 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement