Senin 26 Feb 2018 05:13 WIB

Prabowo, Jadi Capres atau King Maker?

Elektabilitas Prabowo selalu menempel ketat Jokowi untuk Pilpres 2019.

Joko Widodo, Prabowo Subianto, Gatot Nurmantyo
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Joko Widodo, Prabowo Subianto, Gatot Nurmantyo

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Silvy Dian Setiawan dan Amri Amrullah

Bursa calon presiden (capres) Pilpres 2019 semakin ke sini semakin panas saja. Langkah cepat PDI Perjuangan (PDIP) mengumumkan Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres pada Rakernas di Bali akhir pekan lalu menjadi pemicu.

Partai-partai lain pun mulai bergerak cepat. Sejumlah tokoh partai yang memiliki hasrat besar untuk maju pada Pilpres 2019 sudah bermanuver. Ada yang terang-terangan ingin menjadi pendamping Jokowi, ada juga yang mencoba menjajaki koalisi ideal dengan PDIP dan Jokowi.

Salah satu nama yang menjadi pesaing kuat Jokowi dalam pencapresan adalah Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra. Berbagai survei yang digelar belakangan ini selalu menempatkan Prabowo sebagai lawan berat Jokowi dengan elektabilitas yang masih jauh di atas nama-nama baru yang mencoba muncul sebagai capres.

Wacana pun berkembang. Ada upaya dari internal PDIP untuk mengajak Gerindra dan PKS bergabung dengan blok mereka  bersama Jokowi. Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah membuka wacana berbagi kekuasaan (power sahring) pada pilpres mendatang.

PDI Perjuangan, kata Basarah, tidak menutup kemungkinan berkoalisi dengan partai di luar koalisi yang ada saat ini. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya satu pasangan calon (capres) masih sangat bisa terjadi.

"Kalau kemudian Pak Prabowo, Pak Sohibul Imam (PKS), merasa bahwa sudahlah kita bersama-sama saja dalam satu blok agar pilpres aman tidak ada konflik. Lalu terjadi power sharing di dalam mengelola negara ini, why not?" kata Basarah di Denpasar, Ahad (25/2).

Hasil rekomendasi Rakernas PDIP yang digelar selama tiga hari di Bali, sambung dia, masih ditunggu untuk mengetahui strategi komunikasi politik apa yang akan diimplementasikan untuk menuju kepada proses penyusunan koalisi di pilpres. Langkah untuk membuka koalisi dengan siapapun terbuka lebar asalkan untuk kepentingan bangsa dan negara.

Prabowo masih belum memberikan respons atas perkembangan politik selama tiga hari terakhir ini. Ia belum menjawab pertanyaan publik apakah tetap ingin maju sebagai capres atau bergabung dengan koalisi PDIP mengusung Jokowi. Atau, Prabowo berperan sebagai king maker seperti yang dilakukan Megawati Soekarnoputri kepada Jokowi.

Namun, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menegaskan, seluruh kader dan simpatisan Gerindra sepenuhnya mendukung Ketua Umum Prabowo Subianto sebagai capres pada 2019. "Kalau capres sudah pasti Pak Prabowo itu 100 persen, tidak bisa ditawar lagi, kecuali cawapres," kata Fadli Zon, Ahad (25/2).

Untuk cawapres, diakui Fadli, saat ini banyak nama baru yang sudah muncul di masyarakat. Seperti Gubernur DKI Anies Baswedan, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo atau Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB).

Gerindra akan mencari momentum paling tepat untuk mengumumkan capres dan cawapres koalisinya. Walaupun nama capres sudah jelas Prabowo Subianto, tapi di daerah juga akan melakukan konsolidasi untuk pencapresan Prabowo dan pasangan cawapresnya.

Gerindra menyatakan akan melakukan konsolidasi nasional dulu pada Maret atau April. Setelah itu, akan bisa terjawab dengan jelas sosok yang akan mendampingi Prabowo sebagai cawapres.

Modal elektabilitas

Fadli Zon dan Gerindra berkeyakinan tinggi atas keterpilihan Prabowo jika maju sebagai capres. Dalam beberapa survei politik, nama Prabowo masih berada di nomor dua membuntuti secara ketat elektabilitas Jokowi.

Survei Poltracking Indonesia menunjukkan, elektabilitas Prabowo pada November di kisaran 27 persen, menjadi 29,9 persen atau naik 2,9 persen pada Februari 2018. Prabowo Subianto diprediksi masih akan jadi calon terkuat pesaing Jokowi.

Dalam paparan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, hanya Prabowo yang menjadi pesaing utama Jokowi dengan tingkat popularitas mencapai 92,5 persen. Itu merupakan elektabilitas tertinggi kedua setelah Jokowi.

Survei Median pun menunjukkan terjadinya persaingan ketat antara Prabowo dan Jokowi. Meski elektabilitas Prabowo dan Jokowi turun namun elektabilitas pesaing lainnya masih jauh di bawah mereka. Elektabilitas Prabowo turun menjadi 21,2 persen dari sebelumnya, 23,2 persen.

"Dua figur itu sebenarnya mulai memudar popularitas dan elektabilitasnya. Dan pada saat yang sama, penantang lain mengalami kenaikan, seperti elektabilitas Gatot yang naik menjadi 5 persen," kata Direktur Eksekutif lembaga survei Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement