Rabu 21 Feb 2018 05:05 WIB

Rekayasa Jahat di Tahun Politik

Penyerangan terhadap ulama dan tokoh agama dinilai tidak dilakukan secara spontan.

Tampak awak media di lokasi serangan orang tak dikenal di Gereja Santa Lidwina, Sleman.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Tampak awak media di lokasi serangan orang tak dikenal di Gereja Santa Lidwina, Sleman.

REPUBLIKA.CO.ID, Kekerasan terhadap tokoh agama dan serangan atas tempat ibadah terus-menerus terjadi belakangan ini. Tak cuma ulama dan ustaz yang dianiaya orang tak dikenal dan diduga gila, pastor dan gereja juga diserang.

Sejauh ini, motif dan keterkaitan satu serangan dengan serangan lain masih belum terungkap. Ada kesan, kasus-kasus ini dibiarkan menguap. Hilang bak ditelan angin.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada aparat keamanan dan intelijen negara untuk mengusut tuntas sekaligus mengungkap motif kekerasan serta pembunuhan terhadap beberapa tokoh agama. Permintaan ini disampaikan MUI melalui Wakil Ketua Umum Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta, Selasa (20/2).

MUI menengarai ada pihak-pihak yang ingin membuat suasana ketakutan, saling curiga, dan ketegangan dalam kehidupan bermasyarakat. MUI juga menduga ada rekayasa jahat yang bertujuan ingin membuat kekacauan dan konflik antarelemen masyarakat dengan memanfaatkan momentum tahun politik. "Untuk hal itu MUI mengajak seluruh elemen bangsa untuk lebih meningkatkan kewaspadaan, bersikap tenang, dapat mengendalikan diri," ujarnya.

Zainut juga mengingatkan seluruh elemen bangsa agar tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin mengadu domba. Semua pihak juga jangan terprovokasi pihak-pihak yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Berbagai kejadian penganiayaan terhadap tokoh agama telah melahirkan banyak rumor di masyarakat. Apabila tidak segera diusut dan dicegah, dikhawatirkan dapat menimbulkan prasangka-prasangka yang menyesatkan. Hal itu juga dapat memunculkan gejolak yang berpotensi menimbulkan kekacauan di masyarakat.

Ketua MPR Zulkifli Hasan meminta kepada umat Islam dan umat agama lain untuk dapat menahan diri dalam menyikapi tindakan kekerasan terhadap tokoh agama, termasuk para ulama dan ustaz, beberapa waktu ini. Zulkifli menduga ada pihak-pihak yang ingin mengadu domba antarumat beragama.

"Memasuki tahun-tahun politik seperti ini kita jangan terpancing," kata Zulkifli di Aula Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jakarta, Selasa (20/2).

Ada pihak-pihak yang meyakini kekerasan dan penganiayaan terhadap tokoh agama bisa memecah belah dan mengoyak persatuan antarumat beragama. Untuk itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini mengajak semua pihak untuk melawan dengan membuktikan umat beragama di Indonesia tidak bisa diadu domba, dipecah belah, dan dikoyak-koyak.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud meminta pemerintah, termasuk kepolisian, meminimalisasi rasa takut yang timbul di masyarakat seiring penyerangan tokoh agama. "Itu penting. Jangan sampai masyarakat dibikin takut secara terus-menerus," katanya di Jakarta, Selasa (20/2).

Dia mengatakan, kekompakan peran pemerintah dan kepolisan dalam kejadian beruntun ini sangat diperlukan di tengah ketakutan masyarakat. Sebab, jika dilihat dari tren penyerangan para pemuka agama, diduga ada aktor yang terlibat.

Mantan ketua MPR yang juga tokoh Muhammadiyah Amien Rais berpandangan, penganiayaan yang menyasar tokoh agama, khususnya para ulama, bukanlah sesuatu yang kebetulan. Menurut dia, ada dalang di balik penyerangan-penyerangan tersebut.

"Hanya orang yang malas berpikir atau pura-pura tidak cerdas kalau berkesimpulan penganiayaan, pelecehan, penghinaan, dan pembunuhan para ulama dianggap sesuatu yang kebetulan, dianggap kejahatan biasa, tidak usah diperbesar," kata Amien di Aula DDII, Jakarta, Selasa (20/2).

Sejak awal tahun, terjadi rentetan kasus penyerangan terhadap tempat-tempat ibadah dan tokoh-tokoh agama. Mayoritas kasus dikaitkan dengan keterlibatan orang gila sebagai pelaku. Dimulai dari ancaman bom terhadap sebuah klenteng di Karawang, Jawa Barat, Ahad (11/2). Kemudian, sebuah masjid di Tuban mengalami kerusakan kaca pada Selasa (13/2) dini hari.

Rangkaian penyerangan tokoh-tokoh agama dimulai dari penganiayaan terhadap pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri. Kiai Umar menjadi korban penganiayaan seusai Shalat Subuh di masjid, Sabtu (27/1).

Setelah itu, muncul kasus baru yang bahkan menyebabkan kematian Komando Brigade PP Persis Ustaz Prawoto pada Kamis (2/2) pagi. Kemudian peristiwa penyerangan seorang pastur di Sleman, Yogyakarta, Ahad (11/1). Penyerangan itu menyebabkan Pastur Romo Karl Edmund Prier terluka bersama lima orang lainnya.

Yang terakhir, percobaan penyerangan terjadi terhadap KH Hakam Mubarok, yang merupakan pimpinan Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Ahad (18/2).

Wakapolri dalam konferensi video, Senin (19/2), kembali menegaskan akan menuntaskan kasus kekerasan tokoh agama di sejumlah daerah. Instruksi khusus disampaikan kepada tiga kapolda, yaitu Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement