REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan kinerja kepolisian dan kejaksaan dalam mengungkap kasus dugaan korupsi, yang melibatkan anggota DPR. ICW menilai, kinerja KPK justru lebih berhasil dalam menjerat anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi.
"Kita lihat selama 2017, kepolisian dan kejaksaan belum ada atau tidak ada anggota DPR yang berhasil dijerat jadi tersangka oleh kepolisian dan kejaksaan. Sementara KPK tadi ada beberapa, ada enam," kata Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri di kantor ICW, Jakarta Selatan, Senin (19/2).
Padahal menurut ICW, DPR juga memiliki objek korupsi yang cukup banyak. Namun, hanya KPK saja yang dapat membuktikan dan menjerat beberapa anggota DPR dalam kasus ini.
"Kenapa kok KPK saja yang hanya berhasil menjerat anggota DPR dalam kasus korupsi. Kenapa kok kejaksaan Jampidsus atau kepolisian Bareskrim tidak berhasil menjerat mereka. Apakah karena DPR itu sakti? Ataukah kepolisian kejaksaan kekurangan bukti?," ujarnya.
Hal inilah, kata Febri, yang menjadi tantangan bagi kepolisian dan kejaksaaan ke depannya agarberhasil menjerat pelaku korupsi di DPR. "Kita harap kepolisian, kejaksaan bisa seperti KPK, bisa merambah juga korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR," katanya.
Berdasarkan pantauan ICW sepanjang 2017, KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebanyak18 kasus. Angka ini meningkat dibandingkan pada 2016 yang sebanyak 17 kasus.
ICW mencatat, pada 2017 KPK telah menangkap Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar. Selain itu, KPK juga berhasil menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi KTP-el. Sedangkan, kepala daerah yang terjerat kasus korupsi antara lain lima walikota, lima bupati, dan satu orang gubernur.