Selasa 20 Feb 2018 01:42 WIB

ICW Catat 30 Kepala Daerah Tersangka Korupsi di 2017

Sebanyak 30 kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi sepanjang 2017

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Staf Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah saat meyampaikan rilis Tren Penindakan Kasus Korupsi:Objek Penyalahgunaan APBD Paling Banyak Dikorupsi Oleh Kepala Daerah di Jakarta, Senin (19/2).
Foto: Republika/Prayogi
Staf Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah saat meyampaikan rilis Tren Penindakan Kasus Korupsi:Objek Penyalahgunaan APBD Paling Banyak Dikorupsi Oleh Kepala Daerah di Jakarta, Senin (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat terdapat 30 orang kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi selama 2017. 30 kepala daerah itu terdiri dari satu gubernur, 24 bupati/wakil bupati dan lima walikota/wakil walikota yang menjadi tersangka kasus korupsi selama 2017.

Staf Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah menyampaikan, para kepala daerah tersebut terlibat dalam 29 korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 231 miliardan nilai suap mencapai Rp 41 miliar.

"Ada sebanyak 30 orang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi selama tahun 2017di 29 daerah. Dari 29 daerah, 12 di antaranya akan menyelenggarakan Pilkada tahun 2018," kata Wana di kantor ICW, Jakarta Selatan, Senin (19/2).

Korupsi para kepala daerah ini terkait dengan penyalahgunaan APBD, perizinan, infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, promosi dan mutasi pejabat daerah, pengelolaan aset daerah dan lain-lain.

Wana melanjutkan, dari seluruh kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah tersebut, sebanyak 11 kasus ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sembilan kasus oleh kejaksaan dan delapan kasus oleh kepolisian.

Ia mengatakan, modus korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah beragam, salah satu yang paling banyak dilakukan yakni suap menyuap. Wana menyebut terdapat sekitar11 kasus korupsi yang dilakukan dengan menggunakan modus ini. Selain itu, juga ditemukan modus penyalahgunaan anggaran sebanyak sembilan kasus.

ICW menduga, maraknya modus suap yang dilakukan oleh kepala daerah ini diduga dilakukan untuk membiayai kampanye yang memakan dana sangat besar. Selain itu, lemahnya partisipasi masyarakat serta kurangnya transparansi anggaran membuat dana-dana strategis dengan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan salah satu pasangan calon.

"Hal tersebut perlu diantisipasi mengingat Pilkada serentak 2018 akan dilangsungkan," katanya.

ICW pun merekomendasikan, agar dilakukan transparansi dan pelibatan masyarakat dalam memantau APBD. Langkah ini dinilai penting untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh kepala daerah terutama menjelang tahun politik.

Selain itu, bagi kepala daerah yang akan mencalonkan kembali, perlu menekan biaya kampanye agar meminimalisir konflik kepentingan dengan menerima uang dari beberapa pihak yang memiliki kepentingan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement