Ahad 18 Feb 2018 05:31 WIB

Merangkul Habib Rizieq

Merangkul Habib Rizieq jauh lebih penting daripada bersikap konfrontatif.

Rep: Muhyiddin, Amri Amrullah/ Red: Elba Damhuri
Zakir Naik (duduk di paling kiri) bertemu dengan Habib Rizieq (kedua dari kanan) di Kediaman Syeikh Khalid Al Hamudi..
Foto: Sugito/Istimewa
Zakir Naik (duduk di paling kiri) bertemu dengan Habib Rizieq (kedua dari kanan) di Kediaman Syeikh Khalid Al Hamudi..

REPUBLIKA.CO.ID, Isu kepulangan imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq kembali bergulir kuat sejak akhir Januari lalu. Bahkan, foto potongan tiket pemesanan pesawat atas nama Riziq Shihab sempat tersebar luas dan menimbulkan sejumlah spekulasi.

Ketua bidang Media dari Presidium Alumni 212, Novel Baumukmin, malah mengaku sudah membentuk susunan panitia untuk penyambutan kedatangan Habib Rizieq. Habib sesuai tiket pemesanan pesawat ke Jakarta itu akan kembali ke Jakarta pada 21 Februari ini. Tanggal ini jika disingkat menjadi 212.

Para pengikut Habib Rizieq mengaku siap memutihkan Bandara Soekarno-Hatta demi menyambut pimpinan mereka. "Insya Allah, kami mau putihkan Bandara Soekarno Hatta, pada tanggal 21 (Februari) nanti," ujar Novel Bamukmin.

Berapa jumlah massa yang akan menyambut, belum diketahui secara pasti. Yang jelas, panitia sudah menyiapkan berbagai keperluan logistik termasuk spanduk untuk menyambut sang Habib.

Faizal Assegaf, yang mengaku sebagai salah satu pendiri Presidium Alumni 212, meragukan Habib Rizieq Shihab akan pulang ke Tanah Air pada 21 Februari. Isu kepulangan Habibb Rizieq, kata dia, hanya menjadi permainan kelompok-kelompok berkepentingan dengan tujuan finansial.

Ia menyebut ada keuntungan politik dan keuntungan finansial alias mencari uang. "Terkait isu ini untuk mengais keuntungan finansial," ujar Faisal saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema "Isu Kedatangan Habib Rizieq dan Potensi Gaduh di Tahun Politik" di Jakarta, Sabtu (17/2).

Karena itu, menurut Faizal, aliran dana yang mengalir pada kelompok-kelompok yang memainkan isu kedatangan Habib Rizieq ini perlu ditelusuri. Faizal khawatir ada penerimaan-penerimaan terselubung di balik isu penyambutan Rizieq Shihab dari Arab Saudi. Pasalnya, isu ini memang sempat digulirkan beberapa kali namun tak pernah terealisasi.

Merangkul

Terlepas dari pro kontra yang mengiringi isu kepulangan Habib Rizieq, wacana untuk merangkul sang habib oleh pemerintah pun mengemuka. Politisi PDI Perjuangan, Erwin Moeslimin Singajuru, menilai pemerintah tidak perlu lagi konfrontatif dengan Habib Rizieq.

Ada baiknya, kata dia, pemerintah dan PDIP sendiri mmerangkul Habib Rizieq untuk menjaga suasana politik yang tidak semakin ruwet. "Pemerintah jangan konfrontatif. Dirangkul saja. Toh dia tidak buat makar seperti yang dituduhkan, sebagaimana tuduhan 212 akan membuat kerusuhan juga tidak terbukti hingga sekarang," kata Erwin, Kamis (15/2).

Kalau yang dipersoalkan soal politik identitas, menurut dia, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebab, politik identitas sebenarnya juga terjadi pada pemilu di era Presiden Sukarno. Setelah pemilu dahulu pun, ungkap dia, masyarakat tetap bersatu tidak kemudian terbawa pada soal SARA.

Imbauan merangkul kelompok Habib Rizieq ini memang berbeda dengan sebagian besar suara di PDIP. Hal ini, lanjut Erwin, adalah pribadi usulannya kepada pimpinan di PDIP. Alasan Erwin perlunya PDIP, yang juga partai pemerintah merangkul Habib Rizieq, demi menghentikan tuduhan-tuduhan yang tidak benar bahwa PDIP memusuhi umat Islam.

Bagaimanapun, menurutnya, ada pihak-pihak yang senang dan memanfaatkan isu PDIP yang seolah memusuhi umat Islam ini, demi kepentingan politik. Padahal yang terjadi sebenarnya tidak pernah begitu. "Suasana seolah PDIP memusuhi umat Islam ini sengaja diciptakan, di antaranya dengan mengkonfrontasikan PDIP dengan Habib Rizieq," ungkap Anggota DPR Fraksi PDIP ini.

Kepada presiden Jokowi, Erwin juga meminta pemerintah menghentikan konfrontasi yang tidak perlu terhadap pemimpin FPI ini. Bila memang ada kasus yang sedang disidik aparat, biarlah berjalan secara wajar.

Sebab, menurut dia, semakin pemerintah memilih konfrontatif maka akan semakin berhadapan dengan sebagian kelompok Islam.  Isu pemerintah yang seolah anti Islam ini, kata dia, akan mudah menjadi alat politik oleh pihak-pihak yang tidak ingin kondisi politik di Indonesia stabil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement