REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 171 daerah di Indonesia akan menggelar pemilihak kepala daerah (Pilkada) serentak pada tahun 2018 ini. Diprediksi, lebih dari 50 persen dari seluruh daerah itu berpotensi mengajukan sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah. Hal tersebut berdasarkan data rata-rata jumlah sengketa Pilkada yang diajukan ke MK beberapa tahun ke belakang, tren tersebut berulang.
Pada 2015, ada 269 daerah yang menggelar Pilkada Serentak. Jumlah permohonan sengketa yang masuk ke MK ada sebanyak 152 perkara. Pada 2017, ada 101 daerah yang menggelar Pilkada Serentak dan 60 diantaranya mengajukan sengketa ke MK.
"Itu juga kurang lebih 50 persen. Sehingga, dengan estimasi seperti dua tahun terakhir, maka kemungkinan perkara di MK ini kemungkinan akan ada 90-100 permohonan sengketa yang akan masuk," jelas Guntur di Jakarta, Rabu (14/2).
Karena itu, untuk mempermudah masyarakat pencari keadilan untuk mengajukan sengketa dan melakukan peridangan jarak jauh, MK meluncurkan aplikasi berbasis Information Communication and Technology (ICT). Menurut Guntur, melalui aplikasi berbasis ICT, masyarakat secara keseluruhan dapat lebih didekatkan kepada MK. Pelayanan kepada publik yang berkaitan dengan MK dapat menggunakan layanan aplikasi itu.
"Sehingga dengan aplikasi tersebut, masyarakat yang berada di luar Jakarta bisa berhubungan dengan MK secara akuntabel dan transpraran," kata dia.
Setidaknya ada delapan aplikasi yang diluncurkan MK, yaitu simpel.mkri.id,TrackingPerkara, Anotasi Putusan MK, e-Minutasi, e-BRPK, Kunjungan MK,Live Streaming, dan Layanan Persidangan Jarak Jauh yang tersaji dalam laman MK.
Guntur menjelaskan, ketentuan yang ada saat ini menyatakan, pengajuan permohonan sengketa Pilkada kepada MK dapat dilakukan paling lama tiga hari kerja setelah KPUD mengumumkan hasil rekapitulasi perolehan suara. Melalui simpel.mkri.id, daerah-daerah yang menyelenggarakan Pilkada di 171 daerah tak perlu terburu-buru untuk mengajukan langsung permohonan sengketa ke Jakarta.
"Di mana pun dia berada, dia bisa menggunakan waktu tiga hari kerja ini untuk mencari bukti-bukti. Sehingga tak perlu terburu-buru ke MK. Cukup dia mengajukan permohonannya melalui simpel.mkri.id maka permohonannya dapat diproses di MK secara elektronik," jelasnya.
Ketua dan Hakim MK Arief Hidayat berharap, seiring dengan potensi pengajuan perkara ke MK yang cukup tinggi, sinergi dari semua pihak dapat memenuhi permintaan masyarakat pencari keadilan. Salah satu pihak terkait adalah pengelola konferensi video untuk menyelenggarakan persidangan jarak jauh.
Para pengelola konferensi video itu berasal dari 42 fakultas hukum yang tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Mereka, jelas Arief, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari MK. Ia menganggap mereka semua sebagai good friends bagi MK.
"Oleh karena itu, saya sangat mendukung upaya Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK dalam memberikan penghargaan yang terbaik atas peran aktif para pengelola vicon dalampemanfaatan vicon," jelas Arief.
Terkait penyelenggaraan persidangan melalui konferensi video, Guntur menerangkan, pada dasarnya telah lama MK lakukan. Selain memiliki aplikasisimpel.mkri.id, aplikasi e-BRPKdantrackingperkara juga dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengakses proses perkara di MK dapat selalu diikuti perkembangannya.
"Masyarakat juga dapat memantau persidangan di MK melaluilive streamingyang tersedia di laman MK," jelas Guntur.
Tidak hanya itu, lanjut Guntur, risalah persidangan saat ini dapat diakses tidak hanya dalam bentuk tulisan tetapi juga dalam bentuk format audio. Hal itu dilakukan untuk menambah keyakinan, penyelenggaraan persidangan di MK bersifat terbuka.
"Saat ini kami sangatconcernmengembangkan dan memperbarui terus sistem manajemen peradilan berbasis ICT. Hal ini merupakan wujud akuntabilitas dan transparansi MK kepada publik dan upaya dalam meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat," katanya.