Jumat 16 Feb 2018 19:13 WIB

Soal Albothyl, DPR Minta BPOM Uji Klinis Secara Transparan

DPR mengapresiasi BPOM membekukan izin edar obat Albothyl

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Saleh Partaonan Daulay
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang membekukan izin edar cairan obat luar konsentrat Albothyl. Menurut Saleh, langkah tersebut bagian dari upaya perlindungan BPOM terhadap masyarakat dalam bidang peredaran obat, makanan dan kosmetik.

"Diharapkan, dengan pengawasan seperti ini, produk-produk yang beredar di masyarakat adalah produk-produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi," ujar Saleh dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan pada Jumat (16/2).

Salah mengatakan demikian, karena beberapa waktu lalu ada produk obat yang diduga mengandung bahan baku babi. Bisa jadi kata dia, masih banyak lagi obat, makanan, kosmetik, dan produk lain di luar sana yang tidak layak beredar. Namun dalam konteks pembekuan izin edar Albothyl, Politisi PAN itu meminta BPOM melakukannya secara transparan.

"Dalam hal ini, BPOM perlu melakukan uji klinis yang terbuka dan transparan yang dapat dilihat semua orang, terutama mereka yang bergerak di bidang ini," kata Saleh.

Dengan begitu, tingkat keberbahayaan bahan yang ada dalam albothyl itu dapat diketahui secara baik dan terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini diperlukan sebagai bentuk perlindungan dan jaminan bagi produsen obat di Indonesia.

"Kalau mereka salah, memang harus diberi sanksi dan hukuman. Namun jika mereka tidak salah, mereka juga berhak mendapat perlindungan. Jadi kita fair dalam melihat kasus seperti ini," jelasnya.

Diketahui BPOM baru saja membekukan izin edar cairan lobat luar konsentrat Albothyl setelah BPOM melakukan pemantauan terhadap Albothyl selama dua tahun terakhir. Dalam dua tahun terkahir, BPOM RI menerima 38 laporan dari profesional kesehatan yang menerima pasien dengan keluhan efek samping obat Albothyl untuk pengobatan sariawan. Diantaranya efek samping serius yaitu sariawan yang membesar dan berlubang hingga menyebabkan infeksi (noma like lession).

Bersama ahli farmakologi dari universitas dan klinisi dari asosiasi profesi, BPOM telah melakukan pengkajian aspek keamanan obat yang mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat. Menurut BPOM, cairan yang mengandung policresulen tidak boleh digunakan sebagai hemostatik dan antiseptik pada sejumlah tindakan.

Yakni, pembedahan serta penggunaan pada kulit (dermatologi); telinga, hidung dan tenggorokan (THT); sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi (odontologi). Namun, selama ini penggunaan Albothyl justru digunakan untuk keperluan tersebut.

"BPOM RI membekukan izin edar Albothyl dalam bentuk cairan obat luar konsentrat hingga perbaikan indikasi yang diajukan disetujui. Untuk produk sejenis akan diberlakukan hal yang sama," tulis BPOM.

Dalam rilisnya, BPOM juga telah memerintahkan kepada PT Pharos Indonesia sebagai produsen Albothyl dan industri farmasi lain yang memegang izin edar obat mengandung policresulen untuk menarik obat dari peredaran selambat-lambatnya satu bulan sejak Surat Keputusan Pembekuan Izin Edar dikeluarkan.

Tidak hanya itu, BPOM RI mengimbau profesional kesehatan dan masyarakat menghentikan penggunaan obat tersebut .BPOM juga mengimbau kepada masyarakat yang terbiasa menggunakan Albothyl untuk menggunakan obat lain yang mengandung benzydamine HCl, povidone iodine 1 persen, atau kombinasi dequalinium chloride dan vitamin C.

"Bila sakit berlanjut, masyarakat agar berkonsultasi dengan dokter atau apoteker di sarana pelayanan kesehatan terdekat," kata BPOM.

(Baca juga: Ini Penjelasan BPOM Menyoal Albothyl)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement