REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi keterlibatan anak dalam kampanye Pilkada 2018 yang akan digelar mulai 15 Februari. "Ada beberapa tindakan eksploitasi anak yang sering ditemukan dalam kegiatan kampanye. Ini perlu diawasi secara ketat oleh Bawaslu," ujar Ketua KPAI Susanto di Kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (9/2).
Ia menjelaskan, pasangan calon kepala daerah dalam menggelar sosialisasi program-program mereka, sering kali mengikutsertakan anak menjadi juru kampanye. Susanto menambahkan, anak-anak juga kerap mendapatkan uang ataupun sembako, yang biasanya menjadi bagian dari kegiatan kampanye pasangan calon kepala daerah.
"Lalu, anak yang sebenarnya belum 17 tahun, pada pemilu banyak diidentifikasi sudah 17 tahun. Ini masuk tindakan pidana," tambah dia.
Baca: Bawaslu Gandeng Pemuka Agama Tangkal Kampanye SARA Pilkada.
Susanto juga tidak membenarkan tindakan dari peserta pemilu yang memanfaatkan fasilitas anak. Di antaranya sekolah, pesantren, dan taman bermain, sebagai sarana kampanye. Menurut dia, berdasarkan Pasal 15 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, sehingga segala kegiatan eksploitasi terhadap anak bisa dikenakan hukuman.
Anggota KPAI Jasra Putra mengatakan, pihaknya telah menemukan 15 pelanggaran tindakan eksploitasi anak, untuk kepentingan politik menjelang Pilkada 2018. Kendati demikian, KPAI belum bisa menindaklanjuti temuan tersebut karena masa kampanye belum dimulai.
Ia menambahkan, untuk menciptakan pemilu ramah anak, KPAI akan membuka Posko Pengawasan Kampanye Ramah Anak. Posko dibuka selama masa kampanye Pilkada 2018.