Selasa 06 Feb 2018 20:15 WIB

Pakar: Pasal Penghinaan Presiden Hambat Demokrasi

Refly Harun menilai, pasal penghinaan presiden dapat menghambat demokrasi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bayu Hermawan
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai, pasal penghinaan presiden dapat menghambat demokrasi yang ada di Indonesia. Hal tersebut menanggapi disepakatinya rumusan pasal penghinaan presiden masuk dalam Rancangan Undang-Undang Revisi KUHP (RUU RKUHP).

Refly mengatakan, tidak perlu ada pasal khusus terkait dengan penghinaan presiden dan wakil presiden. Sebab, sebagai seorang presiden, lanjutnya, ia harus bisa menerima kritikan, dimana kadang susah untuk membedakan antara penghinaan dan kritikan.

"Kita harus tahu bahwa semakin tinggi jabatan, maka semakin besar power dan semakin besar privelesi (hak istimewa) yang didapatkan. Karena itu, ya sebagai imbangannya akan semakin besar kritik yang akan ditujukan," kata Refly saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/2).

Oleh karena itu, siapapun presidennya, demokrasi harus tetap dijaga. Walaupun dalam praktisnya dapat diganti sesuai dengan periode jabatan seorang presiden. "Yang harus kita jaga ini, demokratisasi kita. Praktisnya kan kita ganti, bisa berganti sesuai dengan periodenya. Tapi demokrasinya harus sistemable, harus sesuai sistem terus," ujarnya.

"Jadi jangan sampai kemudian membuat pasal-pasal itu hanya didasarkan pada kepentingan sempit jangka pendek menurut saya," ucapnya.

Namun, yang perlu dilakukan, lanjutnya, masyarakat perlu diberikan sosialisasi agar tidak mudah dalam melakukan penghinaan. "Hanya memang masyarakat perlu dididik, jangan sampai masyarakat itu menjadi orang yang mudah sekali melimpahkan kesalahan pada orang, mudah sekali memaki dan lain sebagainya," jelasnya.

Walaupun Refly berpendapat bahwa tidak perlu ada pasal khusus terkait penghinaan presiden, namun, bukan berarti presiden tidak dilindungi. Jika deliknya presiden harus dilindungi, maka semua warga negara juga harus dilindungi.

"Ingat ini pasal khusus, bukan berarti presiden itu tidak dilindungi, semua warga negara jika mereka merasa terhina, merasa terlecehkan, mereka kan bisa mengadu. Tapi itukan berupa delik aduan, yang sifatnya umum," kata Refly.

(Baca juga: Pengamat: Pasal Penghinaan Presiden Dapat Bungkam Kritisme)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement