Selasa 06 Feb 2018 12:36 WIB

'Hina Kepala Negara Lain Dipidana, Apalagi Presiden Sendiri'

Yasonna mengatakan draf pasal penghinaan kepala negara sudah dibahas pemerintahan SBY

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bilal Ramadhan
Yasonna Laoly
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Yasonna Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR telahsepakat terhadap pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bersifat delik umum. Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, pasal ini diperlukan agar terdapat batasan antara mengkritik pemerintahan dengan menghina kepala negara.

Ia mengatakan, mengkritik pemerintah memang tetap diperlukan untuk memperbaiki kinerja ke depannya. Namun, hal ini berbeda dengan menghina Presiden yang merupakan simbol negara.

"Kalau mengkritik pemerintah itu memang harus, tapi menghina itu soal personal, soal yang lain, ini simbol negara. Di dalam kuhap pidana saja, di dalam draf yang lama dan sekarang, masa' menghina kepala negara lain dipidana, kepala negara kita enggak," ujar Yasonna di KompleksIstana Presiden, Jakarta, Selasa (6/2).

Yasonna menjelaskan, draf pasal penghinaan terhadap presiden dan wapres ini juga sudah dibahas di pemerintahan sebelumnya yaitu pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, pemerintah pun akan mengatur dengan rinci batasan antara mengkritik dengan menghina kepala negara.

"Ya nanti kita atur dengan rinci. Supaya jangan ada terimplikasi mengkritik sama dengan menghina. Kan gampang itu, tenang saja," ujarnya.

Saat ini, lanjutnya, pemerintah tak ingin membuat sesuatu menjadi sangat liberal sehingga masyarakat dapat dengan mudah melakukan apa saja dengan dalih kebebasan.

"Enggak begitu dong. Kebebasan juga perlu di-frame. Kan dikatakan dalam UUD juga," tambahnya. Ia pun juga membantah, pembahasan pasal ini merupakan upaya untuk menghalangi publik mengkritisi kinerja pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement