Kamis 01 Feb 2018 15:13 WIB

Pembahasan Pasal RUU KUHP Terkait LGBT Hampir Final

Saat ini tengah dibahas mengenai redaksional dalam pasal RUU KUHP.

Wakil Ketua Komisi satu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hanafi Rais
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Komisi satu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hanafi Rais

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais mengatakan, pembahasan mengenai pemidanaan dari penyimpangan perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dalam RUU KUHP sudah hampir final. Hanafi menegaskan, saat ini DPR dan pemerintah tengah membahas mengenai perluasan makna mengenai LGBT.

Sehingga, yang dikenai pemidanaan, bukan hanya penyimpangan perilakunya saja. "Tapi juga aktivitas mengenai yang melakukan kampanye LGBT, membenarkan LGBT, melakukan propaganda bahkan melakukan mobilisasi, itu juga termasuk akan dikenakan dalam pemidanaan itu," kata Hanafi di DPP PAN, Jakarta, Kamis (1/2).

Namun, lanjut Hanafi, tentu redaksi dan penuangannya dalam pasal dan ayat RUU KUHP sendiri akan dirumuskan lebih detail lagi. Sementara, hukuman untuk pelaku LBGT sendiri, ia belum dapat memastikan. "Tapi semangatnya adalah maknanya diperluas," tambahnya.

Sebelumnya, dalam draf RUU KUHP akan diperluas makna ketentuan Pasal 284 (perzinaan), Pasal 285 (pemerkosaan), dan Pasal 292 (pencabulan), sebagaimana tertuang dalam KUHP produk Belanda yang masih diberlakukan hingga saat ini. Ketiga pasal ini telah diujimaterialkan (judicial review) oleh sejumlah kalangan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar MK memberikan tafsir, bahwa LGBT dapat dikenai pidana sebagaimana perbuatan zina, pemerkosaan, dan pencabulan sebagai bukan delik aduan dan merupakan delik pidana murni.

MK melalui amar Putusan No 46/PUU-XIV/2016 menolaknya, karena perluasan jenis delik pidana bukan merupakan kewenangannya. MK menilai perluasan delik pidana telah memasuki wilayah kebijakan pembuatan tindak pidana baru yang kewenangannya ada pada pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan presiden.

Untuk itu, DPR dan pemerintah akan memasukkan isu LGBT ke dalam RUU KUHP, merupakan langkah positif dalam rangka merespons putusan MK tersebut. Sekaligus merespons harapan publik yang menghendaki LGBT sebagai delik pidana baru dalam sistem hukum pidana di Indonesia.

sumber : Silvy Dian Setiawan
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement