REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana jabatan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur berasal dari perwira aktif Polri memicu pro kontra. Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi SP di Jakarta, Selasa (30/1), mengatakan Presiden Joko Widodo belum mengambil keputusan terkait wacana tersebut.
"Presiden baru mendarat tadi pagi setelah melakukan lawatan luar negeri ke lima negera, baru setelah itu diketahui apakah usulan ini disetujui atau tidak oleh Presiden," kata Johan Budi.
Pengangkatan Plt Gubernur atau Wakil Gubenur harus melalui persetujuan presiden yang dituangkan melalui keputusan peraturan presiden (keppres). Ada dua perwira tinggi Polri yang diwacanakan untuk ditunjuk sebagai Plt Gubernur.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Martuani Sormin, diwacanakan untuk menjabat sebagai Plt Gubernur Sumatera Utara. Selanjutnya adalah Asisten Kapolri bidang Operasi, Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, yang diajukan untuk menjadi Plt Gubernur Jawa Barat.
Johan mengatakan salah satu usulan dari Mendagri ini terkait dengan posisi eselon I Kemendagri yang jumlahnya sangat terbatas. Pilkada serentak 2018 ini ada 5 atau 6 di tingkat provinsi/gubernur, sementara eselon I di Kemendagri 4 atau 5.
''Kan Kemendagri harus kerja juga,'' katanya. ''Dari penjelasan pak Mendagri juga sebenarnya tidak menyalahi aturan maupun PerUU yang berlaku, baik UU Pilkada maupun UU di kepolisian sendiri. Itu tidak ada yang dilanggar.''
Padahal sebagai plt gubernur harus penuh waktu berada di daerah. Namun, Johan mengakui bahwa dua nama yang dimunculkan itu baru sebatas usulan.
Meski demikian, ada kritikan masukan dari publik tentu akan jadi bahan pertimbangan Presiden untuk memutuskan apakah usulan Mendagri disetujui atau tidak. Salah satu kritik yang muncul dari publik soal bagaimana netralitas pejabat kalau dari TNI/Polri dalam Pilkada.
''Seperti yang saya sampaikan dari penjelasan Pak Mendagri tahun 2016 itu pernah juga waktu itu pejabat Polri aktif juga yang menjabat sebagai Gubernur dalam Pilkada di Sulawesi Utara," jelas Johan. Masukan dan kritik dari publik, menurut Johan, akan menjadi pertimbangan Presiden Jokowi untuk memutuskan apakah usulan Mendagri Tjahjo Kumolo dapat disetujui atau tidak.