Jumat 26 Jan 2018 18:49 WIB

Pengrajin Batik Sumbar Diizinkan Pakai Merek "Tanah Liek"

Pemerintah pusat memastikan seluruh pengrajin boleh gunakan merek dagang 'tanah liek'

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Hazliansyah
Seorang pekerja menjemur kain batik tanah liat di lokasi produksi Batik Tanah Liek Inaaya, di Padang
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Seorang pekerja menjemur kain batik tanah liat di lokasi produksi Batik Tanah Liek Inaaya, di Padang

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Menyusul protes atas dugaan privatisasi produk budaya atas produk batik tanah liek, pemerintah pusat memastikan seluruh pengrajin boleh menggunakan merek dagang 'tanah liek'. Kementerian Hukum dan HAM menyebutkan, penggunaan merek 'tanah liek' boleh-boleh saja, asal dengan logo pembeda antar satu merek dagang dengan yang lainnya.

Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Pesisir Selatan, Lisda Hendrajoni, menjelaskan, bahwa kepastian mengenai penggunaan merek 'tanah liek' ini menyusul adanya dugaan klaim individu terhadap merek dagang tersebut. Kondisi tersebut membuat ratusan pengrajin dan pedagang batik tanah liek di Sumatra Barat tak berani menggunakan merek 'tanah liek', lantaran enggan berurusan dengan masalah hukum.

Menjawab kerasahan para pedagang dan pengrajin batik tanah liek, akhirnya Direktur Merek dan Indikasi Geografis Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM merilis Surat nomor HKI.4-HI.06.06.06-27/2018 tentang penjelasan hukum atas pendaftaran merek.

Dalam surat tersebut, lanjut Lisda, dijelaskan bahwa bagian yang bisa didaftarkan ke dalam merek dagang adalah logo produk yang dipasarkan. Sementara penamaan 'tanah liek' yang menjelaskan jenis produk tidak bisa diklasifikasikan sebagai merek dagang.

Artinya, seluruh pengrajin dan pedagang diizinkan secara hukum menggunakan merek 'tanah liek', dengan syarat menggunakan logo untuk membedakannya dengan merek batik tanah liek lain.

"Misalnya Batik Tanah Liek Citra Monalisa diperbolehkan menjadi merek dagang, tetapi Batik Tanah Liek Bundo Kanduang juga diperbolehkan menjadi merek dagang karena logo yang digunakan berbeda," kata Lisda, Jumat (26/1).

Ia berharap, seluruh pihak memahami kondisi ini termasuk pihak kepolisian. Lisda meminta polisi tidak sembarang menindak pedagang atau pengrajin yang menggunakan merek 'tanah liek', akibat polemik sengketa merek 'tanah liek'.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas, Herwandi, mengapresiasi langkah pemerintah pusat yang menengahi polemik merek 'tanah liek' ini. Menurutnya, batik tanah liek memang merupakan produk budaya yang tidak pas dijadikan merek dagang pribadi.

Menurutnya, polemik yang sempat terjadi ini bisa menjadi bahan pembelajaran bagi pengrajin, pengusaha, bahkan pemerintah daerah yang mengawal pendaftaran merek dagang yang berkaitan dengan produk budaya.

"Pemerintah harus arif agar persoalan yang terjadi di tengah masyarakat ini, yang mengklaim warisan budaya Minang sebagai merek dagang pribadi, tidak terjadi lagi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement