Rabu 17 Jan 2018 06:52 WIB

Jimly: Mahar Politik dan Politik Dinasti Bahayakan Demokrasi

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
 Jimly Asshiddiqie
Foto: Mg02
Jimly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan mahal politik menarik perhatian publik jelang dimulainya tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018. Persoalan mahar politik dalam pilkada ini dianggap sama-sama membahayakan bagi perjalanan demokrasi, layaknya persoalan politik dinasti yang juga muncul di Indonesia.

Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menegaskan kedua hal tersebut, baik politik mahar atau politik dinasti, sama-sama merusak dan membahayakan demokrasi di tanah air.

"Oligarki politik akan menyatu dengan oligarki ekonomi membuat demokrasi dibajak," katanya dalam pernyataan tertulis di akun twitternya, Selasa (16/1).

Karena itu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini berharap ke depan harus ada kebijakan yang mengevaluasi ini. Memisahkan antara dunia politik dengan dunia bisnis, agar pasar bebas di dunia politik tidak tercampuraduk dengan pasar bebas ekonomi.

"Keduanya harus dikendalikan oleh nilai-nilai norma konstitusi," ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Sebelumnya ramainya persoalan mahar politik jelang pilkada 2018 dimunculkan La Nyala Mattaliti yang mengungkapkan dirinya diminta sejumlah uang hingga lebih dari Rp 500 miliyar dari oknum internal partai Gerindra untuk maju dicalonkan sebagai calon kepala daerah di Jawa Timur.

Pihak Badan Pengawas Pemilu pun akan kembali memanggil La Nyalla Mattalitti, setelah pemanggilan sebelumnya ia tidak hadir. Bawaslu pun mengingatkan masyarakat pemberi dan penerima uang akan mendapatkan hukuman yang cukup

(Baca juga: Bawaslu Minta La Nyalla Datang Jelaskan Soal Mahar Politik)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement