Selasa 16 Jan 2018 17:05 WIB

Warga Korban Penggusuran Kembali ke Kuburan

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Endro Yuwanto
Warga korban penggusuran Kampung Palem Nuri, Kelurahan Panunggangan Barat, Kota Tangerang memilih bertahan dan tidur di atas pemakaman umum yang bersebelahan dengan lokasi penggusuran, Kamis (7/12).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Warga korban penggusuran Kampung Palem Nuri, Kelurahan Panunggangan Barat, Kota Tangerang memilih bertahan dan tidur di atas pemakaman umum yang bersebelahan dengan lokasi penggusuran, Kamis (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Selepas pemagaran di lahan sengketa Kampung Mekar Sari, Kelurahan Panunggangan Barat, Kota Tangerang, sebagian warga yang bertahan harus kembali menempati lahan kuburan. Salah satunya adalah Mastuki (58 tahun) warga asli Kampung Mekar Sari.

Mastuki memilih memasang tenda di samping tembok beton yang didirikan Pemkot Tangerang pada 11 Januari 2017 lalu. Bersama warga lainnya, Mastuki bertahan dan tidur kembali bersama batu nisan, nyenyak dengan nyamuk yang mendengung setiap saat.

Tak ubahnya Mastuki, Nenek Tarmini yang kini hidup sebatang kara di kampung tersebut juga ikut dalam derita tidur di atas kuburan. Tarmini yang berusia 65 tahun saat ditemui Republika.co.id bersungut-sungut bercerita dirinya kebanjiran saat hujan tiba dua hari lalu.

"Ini kan rendah, tanah kuburan, air dari sekolah, dari jalan semua turun ke sini, basah. Walaupun dikata pake karpet tidur, namanya air ya tetep basah," kata Tarmini.

Tarmini bercerita, sudah dua hari terakhir ia merasakan tidur bersama air hujan di tenda yang dibuat warga. Sambil menunjukan mata kakinya, Tarmini mengatakan, air tertinggi yang pernah menggenangi tenda darurat mereka setinggi mata kakinya.

Beruntung, lanjut Tarmini yang bekerja sebagai pembantu, majikannya merasa iba pada malam kemarin dan memberikan tempat inap untuk nenek sebatang kara ini.

Adapun suasana lahan gusuran semakin rata. Pantauan Republika.co.id, sebuah alat berat jenis hidrolik ekskavator sibuk menggaruk dan meratakan tanah di lahan tersebut. Warga menamainya beko, penghancur yang meratakan rumah-rumah semipermanen beserta kenangan yang tumbuh bersama keluarga.

Mastuki, sambil berbincang bersama warga lainnya mengatakan, pada 6 Februari mendatang rencananya semua warga akan turun dari rusun yang ditawarkan Pemkot Tangerang dan kembali ke lahan tersebut. Jika memang tidak diizinkan untuk tinggal, lanjut dia, warga akan kembali menempati pemakaman. "Semua turun, dua pekan lagi semua turun ke sini," ujar dia sembari duduk di atas batu nisan salah satu kuburan.

Tak hanya itu, warga juga berencana akan mendatangi Komnas HAM pada Rabu (17/1) untuk meminta ketegasan karena Pemkot Tangerang jelas-jelas tidak hanya melanggar rekomendasi Komnas HAM soal pemagaran di lahan tersebut, tetapi juga melakukan pekerjaan meratakan tanah lahan Kampung Mekar Sari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement