Selasa 16 Jan 2018 16:47 WIB

Pengacara: Mestinya Ada yang Lebih Berperan di Atas Setnov

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto (kiri) didampingi penasihat hukumnya Maqdir Ismail menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/1).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto (kiri) didampingi penasihat hukumnya Maqdir Ismail menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, mengungkapkan kliennya merasa dijebak oleh orang-orang tertentu dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el). Sebab, secara logika semestinya ada pihak lain yang lebih berperan di atas Novanto.

"Ya enggak logis saja. Mestinya begitu (ada yang lebih berperan di atas Novanto)," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (16/1).

Apalagi, Maqdir menuturkan, saat menjabat ketua Fraksi Partai Golkar periode 2009-2014, Novanto tidak punya kewenangan apa-apa dalam menentukan atau mengarahkan proyek KTP-el, baik dalam pembiayaan maupun lainnya. Menurut dia, yang mengatur proyek itu adalah komisi terkait yang terdiri dari berbagai fraksi.

Tak hanya itu, Maqdir juga menjelaskan bahwa tiap proyek yang hendak diusulkan pemerintah, tentu dibahas di Badan Anggaran DPR RI di mana juga terdiri dari berbagai macam fraksi. "Dan ini kan harus disetujui banggar juga, dan keseluruhan anggota DPR kan," tutur dia.

Karena itu, Maqdir merasa ada yang janggal lantaran dari kalangan DPR hanya Novanto yang sudah duduk di pengadilan sebagai terdakwa. "Jadi enggak mungkin seorang Setya Novanto seorang diri sebagai ketua fraksi bisa menentukan semua kegiatan itu, enggak mungkin dia sendiri yang menyetujui itu," kata dia.

Terlebih, dalam pembahasan anggaran untuk proyek KTP-el, juga melibatkan berbagai institusi pemerintah. Mulai dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, hingga kemudian dibawa ke DPR. "Tahun anggaran 2011 itu kan disampaikan pada Agustus 2010. Kita mesti melihat dari situ," ucap dia. (

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement