Selasa 16 Jan 2018 03:03 WIB

PKS: Mahar Politik Ibarat Sampah dalam Demokrasi

Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Bidang Polhukam DPP PKS, Suhud Alynudin menyatakan, mahar politik itu ibarat residu atau sampah dalam demokrasi. Sehingga, pihaknya juga merekomendasikan adanya pembatasan biaya kampanye untuk mengatasi politik berbiaya tinggi.

"Padahal, itu bisa diminimalisir dengan pemanfaatan mesin partai dan partisipasi kader dan aturan pembatasan biaya kampanye," kata Suhud Alynudin dalam rilis PKS, Senin.

Menurut Suhud, saat ini sistem pemilu terbuka yang dianut di Indonesia membuat politik berbiaya mahal. Karena itu, ujar dia, guna menekan penggunaan politik uang secara signifikan, perlu ada regulasi yang tegas memasukkan klausul pembatasan biaya kampanye.

"Jika ingin menutup polemik, maka ganti sistem pemilu atau masukkan klausul pembatasan biaya kampanye dalam undang-undang," katanya.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur akan memanggil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla Mahmud Mattalitti, untuk mengklarifikasi pernyataannya terkait mahar politik. Mahar politik itu yang diduga diminta oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Bawaslu Jatim sudah melayangkan surat ke Pak La Nyalla, kemarin suratnya sudah ada," ujar Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja di Jakarta, Sabtu (13/1).

Dia menjelaskan surat yang dikirim Bawaslu Jatim ke La Nyalla merupakan surat pemanggilan yang juga berisi permohonan klarifikasi mengenai mahar politik hingga Rp 40 miliar. Mahar yang diduga ditagih Prabowo Subianto sebagai syarat mendapatkan dukungan dari Partai Berlambang Kepala Garuda tersebut untuk maju pada Pilgub Jawa Timur 2018.

Bagja akan meminta bukti dari La Nyalla terkait pernyataannya tentang adanya politik uang dalam pilkada serentak. Ia mengatakan ketika tuduhan La Nyalla kepada Prabowo kelak tidak terbukti, maka mantan Ketua Umum PSSI itu dapat dikenakan sanksi mengenai penyebaran berita bohong.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement