Senin 08 Jan 2018 13:14 WIB

Ketua IDI: Dokter Bukan Eksekutor Hukuman Kebiri

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi hukuman kebiri
Foto: Ilustrasi : Nabiila Lubay
Ilustrasi hukuman kebiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perppu nomor 1/2016 tentang hukuman kebiri, sudah disahkan menjadi UU oleh pemerintah. Namun, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng Muhammad Faqih menyebut, dalam mengimplementasikan UU Kebiri, pemerintah perlu membentuk tim khusus karena yang menjadi eksekutor hukuman kebiri bukan dokter.

Daeng menyatakan, secara etika IDI bukan penghukum, bukan eksekutor. "Ranahnya eksekutor bukan IDI," ucap dia. IDI atau dokter, kata Daeng menegaskan, bertugas melayani masyarakat. "Bukan berarti kami menolak uu itu juga, namun sekali lagi jika ingin diterapkan ya yang melakukan hukuman itu bukan dokter," kata Daeng saat berbincang dengan Republika.co.id, Ahad (7/1).

Daeng menyebut dalam UU Kebiri, yang perlu dilihat bukan soal kesehatan, tetapi ditinjau dari dalam prespektif hukuman tidak ada kaidah pelayanan kesehatan. "Kalau ditembak (hukum tembak) kan bukan dokter yang melakukan, tetapi dokter memeriksa dia meninggal atau tidak. Dikebiri pun demikian, yang melaksanakan bukan dokter, tapi dokter misalkan diminta membantu memeriksa kelainan misalnya boleh. Tapi bukan dokter eksekutor ya," kata dia menegaskan.

Lalu seberapa efektifkah UU Kebiri menurut IDI? Daeng berpendapat, dalam kasus kejahatan seksual, lebih efektif rehabilitas. "Di sini ada peran berbagai pihak termasuk dokter. Namun ini kan sudah ditetapkan, ya sudah. Adapun eksekutor dalam hal ini dalam rangka menghukum, jadi bukan ranah memberikan pelayanan pada masyarakat, bukan ranah dokter. Dokter ranahnya memberikan pelayanan pada masyarakat," ucap Daeng menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement