REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterlibatan mantan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 baru pertama kali dilihat pengamat politik Para Syndicate, Toto Sugiharto. Ia merujuk pada ajang Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Bogor 2018, di mana sosok Dedie A Rachim yang sempat menjabat di KPK selama 12 tahun, disandingkan bersama pejawat Wali Kota Bogor, Bima Arya.
Tetapi, Toto menjelaskan, posisi Dedie di KPK tidak akan memberikan dampak besar terhadap suara masyarakat terkecuali ia mengenalkannya sendiri kepada publik. "Pengalaman KPK itu kan tidak personal, sehingga secara politik tidak akan berpengaruh secara langsung. Tapi, akan beda ketika ia langsung menyebutkan, dirinya telah menghasilkan prestasi apa saja hingga membuat warga simpati," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (7/1).
Secara relatif, Toto melihat, masyarakat Kota Bogor memiliki latar belakang pendidikan yang bagus dan mampu menerima informasi secara baik. Apabila memang Dedie menginformasikan bahwa dirinya mantan pejabat KPK dan menggambarkan pencapaiannya di KPK, uraian itu akan memberikan pengaruh besar. Sebab, rasional pemilih di Kota Bogor baik.
Toto menjelaskan, Dedie harus bisa memanfaatkan masa kampanye. Masa ini merupakan meomentum tepat bagi lelaki kelahiran Garut tersebut untuk mengubah pandangan rakyat tentang sosoknya. "Dedie itu kan tidak dikenal saat ini, sekalipun termasuk orang penting di KPK. Ia harus pandai mengampanyekan dirinya sendiri," tutur Toto.
Terlepas dari popularitsnya, Toto melihat sosok Dedie yang pernah menjabat sebagai direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi di KPK akan mampu mengisi kekurangan Bima Arya, terutama di bidang birokrasi keuangan.